Dingin dan keheningan akan selalu identik dengan suasana setelah hujan. Jalan aspal yang basah dan tergenang serta tiang-tiang lampu atau pagar besi yang masih tersisa titik-titik air jadi tanda seberapa derasnya langit menangis hari ini. Semesta seperti sedang berduka sehingga mengguyur kota tanpa ampun selama berjam-jam lamanya.
Saat malam mulai larut, satu-satunya perjalanan yang harus ditempuh adalah jalan menuju rumah Kinara. Meski sering rasa tak rela menggerogoti hati satu sama lain, meski sering rindu yang seolah tak pernah habis menahan keduanya untuk bersama lebih lama, tetap saja anak gadis orang yang belum diikat dengan janji suci pernikahan harus Javier pulangkan ke Ibunda-nya dengan selamat setosa.
Namun untuk malam ini beda cerita. Tanpa pikir panjang Javier memutar arah perjalanan, bukan ke rumah Kinara melainkan ke rumah sakit. Biasanya terselip rasa segan pada Bunda jika memulangkan Kinara terlalu malam, tapi untuk kali ini saja segala rasa segan itu meluap entah ke mana. Javier kalap serta panik tak terkontrol setelah mendapat kabar mengejutkan dari Jeno lima menit lalu.
"Lo di mana, Vier?!" Begitu kata Jeno sesaat setelah telepon tersambung, suara yang meninggi seketika menyambut telinga.
Javier begitu santai tak merasa bersalah pada awalnya, ia pikir Jeno hanya marah karena ia yang terlampau ngaret pada janji untuk memberi kejutan ulang tahun Rija. Menurutnya sah-sah saja jika sang sahabat marah karena sudah satu setengah jam berlalu dari waktu yang mereka sepakati dengan Haekal tadi sore. Ditambah lagi ada belasan telepon tak terangkat dari sang sahabat.
"Lagi di jalan, mau otw ke rumah Rija nih," ucapnya berbohong padahal masih asik jalan-jalan keliling kota dengan jendela mobil yang terbuka lebar agar bisa menikmati angin malam yang menerpa.
"Jangan! Rija nggak di sana, puter balik!"
"Kenapa?"
"Rija kecelakaan, sekarang gue sama Haekal di rumah sakit. Buruan nyusul bangsat, gue tau lo lagi sama Kinara. Tinggalin dulu tuh cewek, ini sahabat lo lagi berjuang antara hidup dan mati!"
Rasanya lemas tak berdaya. Javier bahkan tak bisa merasakan pijakan kakinya lagi pada pedal gas mobil. Tak terelakkan rasa khawatir itu karena bagaimanapun keadaan kisah cinta pelik yang membelit keduanya, Rija tetaplah sahabat baik bagi Javier sejak belasan tahun lamanya. Tak terhitung lagi berapa banyak waktu berharga yang mereka lewati bersama sampai hari ini.
Hingga tiba di rumah sakit sepasang kaki Javier langsung berlari kencang menyusuri lorong-lorong nan sepi, tentu dengan Kinara di dalam genggam tangannya. Mereka berdua mulai hilang akal dan kewarasan. Tak ada alasan bagi Javier maupun Kinara untuk tidak khawatir pada Rija. Jeno sempat bilang, kondisi Rija sangat parah dan masih ditangani oleh awak medis tanpa kepastian selamat atau tidak. Kabar itu secara tak langsung menciptakan sesak tak tertahan di dalam dada mereka.
"Jeno! Haekal!" soraknya ketika melihat eksistensi kedua sahabat yang terduduk lemas di depan ruangan. Ada beberapa anggota himpunan, sementara orang tua Rija belum kelihatan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah | Na Jaemin
Fanfiction[Cerita sudah selesai] Javier sering bilang, "nyari cewek itu kayak nyari rumah. Kalau gue nggak betah, ya tinggal pindah." Dan dalam perjalanan hidupnya yang panjang Javier menemukan Indah Kinara Lavika, kemudian lancang menjadikan perempuan itu se...