Salah sasaran

46 8 0
                                    

Peduli setan dengan pertemanan yang sempat terjalin hitungan tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peduli setan dengan pertemanan yang sempat terjalin hitungan tahun. Hadirija bahkan mulai tak sudi jika ada yang menyebut ketua himpunan dari jurusan sebelah merupakan teman dekatnya. "Ck, gue udah nggak deket lagi sama dia, dari dulu juga nggak deket-deket amat!" selalu seketus itu jawaban Rija setiap kali ditanyai perihal Hendery, sang kahim terhormat dari jurusan teknik elektro alias sahabat sejurusan Kinara. Tanpa bukti kongkrit, Rija menuduh laki-laki tak berdosa itu sebagai orang ketiga di antara dirinya dan Kinara. Secara mendadak, Rija jadi haters Hendery nomor satu di dunia ini. Bahkan dengan sengaja cowok itu tak ikut menyumbang suara ketika Hendery mengajukan diri sebagai presiden mahasiswa minggu lalu. Bahkan saat diajak pergi kampanye selalu menolak dengan alasan klise: sibuk dan ada kelas tambahan.

Salah kaprah, Rija terlalu cepat mengambil keputusan. Hanya karena sepasang matanya kerap menangkap Hendery dan Kinara makan berdua di kantin, atau saling bersenda gurau di koridor, cowok itu seketika menuduh Hendery dengan tuduhan paling kejam sedunia. Demi tuhan, sekali pun Hendery tak berminat menjadi PHO (perebut pacar orang) karena ia sendiri pun sudah punya pacar. Rija salah sasaran, dia sedang sibuk-sibuknya membenci orang yang salah.

Pertemuan dengan Hendery adalah hal yang paling ia hindari. Sebagai sesama ketua himpunan jurusan di Fakultas Teknik, tetek bengek organisasi selalu melibatkan hari-harinya bersama Hendery. Rija paling benci itu, namun ia harus tetap profesional dalam bekerja. Seperti sore ini, ada rapat yang membuatnya harus terjebak di dalam satu ruangan yang sama dengan Hendery selama berjam-jam. Meski terkenal sebagai mahasiswa paling kocak dan tukang lawak se-elektro, Hendery tetap manusia yang punya perasaan dan peka. Cowok itu sadar sejak lama bahwa sikap Rija jauh berbeda dari sebelumnya.

"Gue ada salah apa sama lo, Ja?"

Tepatnya di parkiran, ketika rapat berakhir menjelang senja hingga yang tersisa di Fakultas teknik hanyalah kesunyian. Secara gentle, Hendery mendatangi Rija, memulai obrolan lebih dulu, langsung to the point tanpa basa-basi yang terlanjur basi. Hatinya resah ketika seorang teman dekat tampak sedang marah, bahkan membencinya tanpa alasan yang jelas.

"Kalau lo punya otak, seharusnya lo nggak ngelakuin itu," jawab Rija ketus. Tadinya ingin buru-buru pulang ke rumah karena adzan maghrib sebentar lagi berkumandang, ia ingin menunaikan sholat di mesjid. Akan tetapi kedatangan Hendery membuatnya mengurungkan niat mulia itu.

"Maksud lo apa, sih?"

"Jangan pura-pura bego, Hendery."

Bertampang dungu, Hendery menunjuk dirinya sendiri. Meski gelagat Rija amat sangat menjengkelkan, ia tak ingin terpancing emosi sesaat. Bagi Hendery, ada baiknya permasalahan seperti ini diselesaikan dengan kepala dingin. "Gini deh, Ja, gue datengin lo sekarang karena gue bener-bener nggak tau letak kesalahan gue di mana. Lo nggak suka sama koalisi yang gue pilih buat naik jadi presma kemarin? Atau lo kesel karena gue nggak ngajak lo naik jadi wakil?"

"Demi tuhan gue nggak peduli soal itu dan gue nggak pernah kepikiran buat jadi presma!" bantah Rija, masih begitu enggan menatap Hendery seolah cowok itu kotor dan menjijikkan. Kalau boleh jujur, Rija tengah sekuat tenaga menahan diri agar tidak menonjok pipi Hendery.

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang