Sahabat surga

34 6 0
                                    

Di kala sore menjelang senja hujan deras tiba-tiba mengguyur kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kala sore menjelang senja hujan deras tiba-tiba mengguyur kota. Bunyi air langit menghantam bumi serasa memekakkan telinga. Tepat di seberang jalan, ada seorang gadis mengenakan seragam putih biru berteduh di bawah pertokoan bersama ayahnya. Sontak pemandangan sesederhana itu mengukir senyum di bibir Kinara. Baginya gadis itu beruntung. Bukan cuma pulang sekolah dijemput Ayah, tapi sang Ayah pun rela memberi jaket yang melekat ditubuhnya demi sang anak tetap hangat, lalu membiarkan tubuh renta itu kedinginan diterpa angin.

Sementara Kinara enggak pernah mendapat perlakuan romantis begitu dari Ayahnya. Untuk sekedar dijemput saat pulang sekolah saja tidak pernah, apa lagi mendapat perhatian spesial? Cih, mustahil. Lagi pula Kinara pun tak mengharapkan apa-apa.

Terkadang gadis itu bertanya-tanya, siapa sih yang mencetuskan kalimat Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya? Kalau boleh jujur, setiap mendengar kalimat itu Kinara akan selalu tertawa. Lebih tepatnya menertawakan nasibnya yang tak seberuntung anak perempuan lain. Ketimbang mencintai, Kinara lebih sering dibikin malu dan benci setengah mati pada laki-laki yang membuatnya lahir ke dunia.

Dan hari ini entah apa maksud jalan takdir, Kinara pun tak habis pikir. Berbulan-bulan menghilang tanpa kabar, Ayah kembali menampakkan diri begitu pongah seolah sengaja membuat anak gadisnya semakin membenci lebih dalam lagi.

"Nar, Bunda lo suruh balik ke gue lah," ucap lelaki itu sembari menghembuskan asap rokoknya tepat di depan wajah Kinara. "Sendirian mulu nih gue nggak ada mainan malam jumat."

Gadis itu masih diam, terpaku tanpa tau harus apa. Kalau saja hujan deras tidak turun, ia pasti sudah berlari sekencang mungkin untuk menghindar dari Ayah.

"Lo tuh sama kayak Bunda lo, kalau ditanya diam-diam mulu bikin gue naik darah. Lo nggak bisu, kan? Jawab gue!"

Emosinya mulai tersulut karena dibentak kasar, sontak Kinara menatap nyalang pada Ayahnya yang cengar-cengir bagai setan. "Kinar nggak mau ngomong sama Ayah, mendingan Ayah pergi sekarang."

"Gue nggak bakal pergi sebelum lo kasih tau di mana tempat tinggal kalian sekarang. Gue mau jemput bini gue."

"Bunda bukan istri Ayah lagi."

"Halah, anjing lo anak kecil sok-sok tau." Lelaki itu tanpa pikir panjang memukul kepala anak perempuannya berkali-kali. Cukup kuat hingga rambut Kinara jadi berantakan. "Kasih tau nggak? Atau gue bunuh lo sekarang, Kinar."

"Ayah itu cuma benalu dalam keluarga. Jangan harap bunda bakal balik lagi ke Ayah," jawab Kinara tanpa rasa takut.

"Anjing juga mulut lo, diajarin siapa ngomong kasar kayak gitu?"

"Diajarin Ayah."

"Jangan nyalahin gue, elo-nya aja yang durhaka!"

"Kinara yang durhaka atau Ayah yang nggak pernah ngajarin hal-hal baik? Dari dulu sampai sekarang rasanya percuma punya Ayah, nggak berguna sama sekali," pekik Kinara sarat akan emosi yang menggebu-gebu. Suaranya beradu kuat dengan suara hujan. "Kalau Ayah gagal jadi manusia yang baik, setidaknya jangan gagal buat jadi Ayah yang baik."

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang