Dia tidak akan pernah pulang

45 8 0
                                    

Sedari tadi Javier tak bisa tenang, sepasang matanya bolak-balik melirik ke arah jam dinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedari tadi Javier tak bisa tenang, sepasang matanya bolak-balik melirik ke arah jam dinding. Sejak sore ia menunggu kepulangan sang adik dan sampai kini yang ditunggu tak kunjung datang. Malam pukul sembilan terlalu larut bagi sosok manja seperti Januar Respati. Tidak mungkin cowok itu berkeliaran di luar rumah jam segini. Javier ketakutan, cemas, dan khawatir. Sebab, ia sudah mencari Januar ke mana-mana tetap tidak ketemu.

"Nu, lo di mana sih? Please, jangan aneh-aneh mulu kelakuan lo. Gue lagi capek banget, Nu." Bergumam sendiri sembari meremas ponsel, Javier masih ragu untuk menghubungi orang tua.

Mama sosok yang gampang panik, bisa mati berdiri kalau tau anak bungsunya hilang. Sementara Papa, sosok yang gegabah dan ceroboh di situasi genting. Beliau bisa saja menabrak pohon atau trotoar demi mencari Januar yang menghilang. Javier semakin bingung.

"Ck, sekarang masalah apa lagi tuhan?" gumamnya sembari menggaruk kasar kepala yang bahkan tidak gatal. Diam di rumah menunggu kepulangan Januar tak menghasilkan apapun. Bergegas cowok itu mengambil kunci motornya dan kembali mencari sang adik ke manapun, ke lubang semut sekali pun akan dia cari asal Januar pulang.

Tak lupa cowok itu memberi tau teman-teman terdekat tentang Januar yang belum pulang ke rumah. Javier berpesan, jika ada yang melihat adiknya sedang berkeliaran di jalan tolong segera memberi kabar, atau pukul saja (tapi tidak boleh keras-keras) sebagai hukuman karena nakal dan bikin kepala abangnya pusing tujuh keliling.

"Pir, udah ketemu belum?"

Haekal menelpon, seketika Javier memperlambat laju motornya agar bisa mendengar suara dari seberang telepon dengan jelas. "Belum, Kal."

"Tanyain ke temen-temennya udah?"

"Udah, nggak ada yang tau Januar ke mana." Javier mendesah frustasi saat panggilan telepon terputus. Dia merasa jadi orang paling merepotkan sealam semesta. Haekal bilang, dirinya dan yang lain juga sedang di jalan, ikut membantu mencari keberadaan Januar.

Javier panik. Dia takut akan segala hal-hal buruk yang mungkin saja menimpa adiknya. Sedari tadi hatinya tak bisa tenang, dan mungkin tidak akan pernah tenang sebelum mendengar kabar pasti tentang Januar. Malam ini Javier tak ingin apapun, dia hanya ingin adiknya pulang ke rumah dengan selamat sentosa.

Belasan tahun lalu, saat Januar lahir ke dunia Javier adalah orang yang paling benci dengan bocah itu. Dia kesal karena Mama tak pernah lagi mengantarnya ke sekolah, atau membacakan dongeng untuknya sebelum tidur. Papa pun mulai jarang membelikannya mainan dan lebih sering menghabiskan waktu dengan menggendong Januar.

Kala itu, Javier masih sangat kecil. Dia belum tau bagaimana caranya beradik-kakak. Hingga kemudian, saat Javier sedang bosan hatinya tiba-tiba tergerak untuk menghampiri box bayi tempat biasa adiknya tertidur. Didapatinya Januar sedang menggerak-gerakkan tangan ke atas, tangan mungil itu seolah melayang di udara. Ketika matanya beradu tatap dengan Javier, bayi lucu itu tersenyum dan tertawa. Tampak menggemaskan. Mengguncang hati Javier dan menghancurkan segala rasa benci yang ia punya untuk Januar.

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang