Hidup kadang tak pernah adil

62 10 0
                                    

"Jeno, bagi kaki lo dong!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jeno, bagi kaki lo dong!"

Sang pemilik nama bukan orang bodoh. Dia paham sekali apa yang Haekal minta, yaitu kaki ayam miliknya alias ceker. Seusai perkuliahan Arsitektur Kota yang agak-lumayan bikin pusing, perut mereka bergemuruh akibat kelaparan. Nongkrong di kantin sambil makan seblak ceker jeletot yang pedasnya bikin hampir meninggal adalah keputusan terbaik.

Ada banyak tempat nongkrong paling endol, tapi bagi sekawanan mereka kantin FT merupakan lokasi paling strategis. Dekat dengan kelas kalau sudah waktunya kuliah tinggal ngacir lari lima menit sampai, rasa makanan enak, plus murah meriah pas di kantong mahasiswa.

"Jen, mau kaki dong!" Sekali lagi Haekal meminta, tapi ekspresinya dibuat-buat lebih manja. Bagi sesama lelaki pemandangan seperti itu menjijikkan.

Dengan wajah bringas tanpa perasaan Jeno mengangkat tungkai kakinya, begitu tinggi hingga sampai di depan muka Haekal. "Ini kaki," ujarnya santai.

"Anjing!"

Javier yang sedari tadi makan dengan tenang langsung tertawa cekikikan. Haekal tidak akan berani meminta ceker ayam milik Javier. Nanti bukan ceker yang dia dapat, melainkan ocehan tak berbobot bikin sakit telinga. Sementara Haekal tidak suka buang-buang waktu hanya untuk diomeli semata. Persahabatan memang unik, ya? Empat laki-laki dengan sifat dan isi kepala yang jauh berbeda bisa menjalin hubungan erat.

Dari jauh, ketiganya bisa melihat sosok Rija dan anggota himpunan lainnya mengangkat beberapa kardus besar. Entah apa isinya, mereka tak tau dan tidak mau tau. Yang pasti, semua itu untuk persiapan pameran miniatur bangunan yang sebentar lagi terlaksana. Jauh beda dengan pemikiran Rija, ketiga cowok itu paling ogah dengan yang namanya organisasi. Kalau kata Haekal, "aing ngurus diri sendiri aja masih goblok, kumaha carana mau ngurus himpunan!"

Ya benar sih, Haekal nggak salah.

"Kasihan gue lihat Rija, panas-panas begini malah kerja keras angkat barang. Digaji juga enggak," celetuk Javier. Tak sampai hati melihat sahabat sendiri kerja sebegitu keras. Javier yakin, Rija pasti belum makan dari pagi.

"Ya terus mau gimana lagi? Resiko jadi kahim! Itu mah udah jadi tanggung jawab Rija, kita nggak bisa larang-larang dia," sahut Jeno, bijak menyikapi keadaan.

Pada akhirnya cuma ada helaan nafas sambil diam-diam memperhatikan sang sahabat. Baru Javier sadari, Rija tampak lebih kurus dari biasanya. Barangkali kesibukan membuatnya lupa makan dan kurang tidur. Rija memang sosok paling mungil di antara mereka, bagaimana mungkin Javier tega melihat cowok itu mengangkat kardus-kardus berat yang bahkan lebih besar dari postur tubuhnya sendiri.

Panas matahari seolah tak dihiraukan. Sang ketua dan beberapa anggotanya tetap bekerja tanpa keluh. Cita-cita Rija terwujud, himpunan periode tahun ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Selalu dapat pujian dan apresiasi dari seluruh warga jurusan arsitektur.

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang