Apa alasan kalian memilih kuliah? Karena memang niat dari hati sendiri? Karena ingin mendapat gelar sarjana di belakang nama? Karena ingin menambah ilmu dan memiliki wawasan lebih? Atau malah sama seperti Javier, cuma gabut semata. Katanya, kuliah bukan pilihan sendiri melainkan suruhan orang tua. Sebagai anak muda yang masih labil kala itu, Javier juga enggak tau sehabis masa SMA harus berlabuh ke mana, ketimbang gabut di rumah jadi pengangguran, makanya cowok itu memilih untuk kuliah. Jurusan arsitektur pun bukan pilihannya, hanya ikut-ikutan Rija dan Haekal yang memang berminat masuk arsitektur sejak dulu.
Javier pernah bilang, "punya Rija rasanya kayak punya satu dunia, gue nggak butuh apa-apa lagi selama masih ada Rija dalam hidup gue". Dan kalimat itu diucapkan tak main-main. Sepanjang masa hidupnya, Rija selalu jadi manusia paling berjasa. Malaikat penyelamat yang selalu ada di kala Javier merasa terancam, atau dalam bahaya.
"Woi, Javier brengsek!" Rija tiba-tiba datang sembari melempar sang sahabat dengan sebuah buku tulis. Barangkali mendung di pagi hari mungkin membuat suasana hatinya memburuk.
"Apa?" jawab Javier santai.
"Tugas lo."
"Kenapa?"
"Udah gue bantu kerjain, jangan ditumpuk-tumpuk lagi ya, anjing! Lain kali enggak bakal gue bantuin, biar mampus lo wisuda delapan tahun!" omel Rija. Buku yang dilemparnya ke atas meja adalah catatan tugas milik Javier. Sebagai sahabat, Rija tak ingin jika Javier harus mengulang mata kuliah semester depan hanya gara-gara tidak pernah mengumpulkan tugas.
Cengar-cengir tanpa merasa berdosa, Javier sontak membuka satu-persatu halaman buku tulis. Tulisan rapi ciri khas Rija tertera di sana. Cowok itu benar-benar membantu mengerjakan tugas-tugasnya yang terhitung empat minggu tak dikumpul.
"Aaahh, Makasih sayang muaahhh!" Javier memeluk genit tubuh sang sahabat, sambil pura-pura ingin mencium. Meski Rija teriak dan memberontak geli, Javier tetap memeluknya penuh sayang.
Cih, sayang sama Rija ya, Vier?
"Bikinin tugas gue juga dong, Ja." Haekal tiba-tiba memasang ekspresi manja yang dibuat-buat. Hingga kepalanya dihadiahi bogeman tangan Jeno.
"Jijik gue lihat tampang lo," cetus Jeno.
"Jeno keparat."
Barangkali semesta mulai muak melihat tingkah Haechan dan Jeno yang selalu berdebat dan adu omong kasar setiap waktu, hingga perlahan tetes air langit mulai turun. Seolah menangis dan mengharapkan perdamaian antar dua anak manusia itu. Hujan deras, hal yang paling Javier benci. Terlebih lagi jika hujan turun di waktu sepagi ini, membuatnya feeling blue tanpa alasan yang berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah | Na Jaemin
Fanfiction[Cerita sudah selesai] Javier sering bilang, "nyari cewek itu kayak nyari rumah. Kalau gue nggak betah, ya tinggal pindah." Dan dalam perjalanan hidupnya yang panjang Javier menemukan Indah Kinara Lavika, kemudian lancang menjadikan perempuan itu se...