Gadis yang begitu fokus menatap gambar rangkaian alat listrik dari ponsel tiba-tiba menjerit karena sebuah cokelat yang datang entah dari mana mengenai kepalanya. Rasa sakit di kepala memang tak seberapa, hanya saja syok dan kaget membuatnya sehisteris itu.
Celingak-celinguk kebingungan, di depan sana ia mendapati sosok Javier Bagaspati sedang memesan minuman. Cowok itu tak melirik ke arahnya sama sekali. Cuek, seolah mereka tak pernah saling kenal.
"Ck, pasti dia." Kinara bergumam sebal sembari menggosok kepalanya, namun tak urung tetap tersenyum. Sok-sokan kesal, padahal salting setengah mampus.
Cowok itu manis, persis seperti cokelat darinya. Kinara pun meleleh, persis seperti cokelat itu pula karena kehangatan dari sang pemberinya.
Menengok kanan-kiri, situasi dirasa aman. Pakai senyuman mautnya, di depan sana Javier memberikan finger heart. Kinara tertawa-tawa geli lalu mengucapkan, "makasih cokelatnya, manis kayak lo hari ini" tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Keduanya senyam-senyum kasmaran, saling adu rayu tanpa ada satu pun yang mencurigai.
"Gue cabut dulu." Javier pun berbicara dengan cara yang sama. Hanya menggerakkan mulutnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Kinara manggut-manggut semangat. Tadi sempat ngedumel tak habis pikir rangkaian alat listriknya selalu gagal. Hanya karena sebiji cokelat pemberian Javier, mood-nya kembali membaik. Gadis itu mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara, pertanda memberi semangat untuk lelakinya yang masih ada kelas hingga nanti sore.
Masih terlalu pagi, kantin belum terlalu ramai di jam delapan lewat lima belas menit. Karena itu, sang gadis berotak encer dari jurusan elektro memilih memperbaiki rancangan alat listriknya di tempat ini. Kata orang, semua akan indah pada waktunya. Tapi entah kapan Kinara bisa bertemu dengan waktu indah pada rancangan listriknya. Sudah dua minggu rangkaian tangannya selalu gagal.
"Kinara."
Setelah kepergian Javier, bahunya tiba-tiba ditepuk oleh seseorang dari belakang. Tanpa menoleh pun gadis itu bisa tau itu adalah kelakuan sahabatnya, si pemilik senyum paling lebar, selebar ukuran fakultas teknik, Hendery Gutomo.
"Naara ooh Nara," panggilnya sekali lagi, padahal sudah duduk tepat di hadapan sang pemilik nama. "Kinara Indah Lavika?"
"Apasih, Der?!"
"Ha ha ha, kesel kan lo?" ucapnya sambil tertawa puas, lalu tanpa izin membuka sebungkus cokelat di atas meja.
Sontak gadis itu murka. Cokelat pemberian Javier harus dibuka oleh tangannya sendiri. Hendery malah sekonyong-konyong mengambil tanpa izin. "Sialan lo, itu mah dari cowok gue. Kenapa lo yang buka sih!" omelnya.
"Ooh cowok lo, ya?" Hendery mengunyah cokelat tanpa merasa berdosa, lalu manggut-manggut pelan. "Udah ngerti gue sekarang," sambungnya.
"Ngerti apaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah | Na Jaemin
Fiksi Penggemar[Cerita sudah selesai] Javier sering bilang, "nyari cewek itu kayak nyari rumah. Kalau gue nggak betah, ya tinggal pindah." Dan dalam perjalanan hidupnya yang panjang Javier menemukan Indah Kinara Lavika, kemudian lancang menjadikan perempuan itu se...