Kejutan lagi dari semesta

42 7 0
                                    

"Vier, kita makan di mana?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Vier, kita makan di mana?"

Setelah mata kuliah pagi berakhir, seorang Ametha Gesika melangkah terburu-buru menuju kelas kekasih hati. Meski sepanjang koridor digoda habis-habisan oleh para koboy kampus, tak mengurungkan niat gadis itu menjemput Javier yang sedang dalam mode manja-manjanya. Kehilangan orang yang dicintai sepenuh hati membuat cowok itu butuh perhatian ekstra dari Ametha.

"Kantin aja." Javier tampak sibuk menyimpan buku-buku ke dalam ransel. Bukan buku pelajaran, melainkan berbagai macam seri komik. "Makan bareng temen-temen aku, mereka udah nungguin di sana," sambungnya.

Tidak menolak bukan berarti mau. Gadis manis itu menyunggingkan senyum terbaik, tapi palsu dan Javier tidak sadar. Ada alasan kuat kenapa Ametha terkesan enggan bergabung dengan teman-teman Javier. Bukan karena merasa benci, tapi karena gadis manis yang dijuluki Wajah Indah Sipil pernah sebegitunya menyukai Jeno.

Jika diingat-ingat lagi, Ametha akan merasa jijik pada tingkah dirinya sendiri di masa lalu. Semua bermula ketika mereka masih maba. Pesona Jeno memang luar biasa, tak ada yang bisa menyangkal pernyataan itu. Kalau ada yang bilang Jeno tidak menarik, maka bisa dipastikan orang itu tidak waras. Siapa sangka gadis yang dipuja-puja oleh mahasiswa sejurusan sipil pernah diam-diam mengejar cinta Jeno?

"Sorry, Tha, gue lagi nggak pengen pacaran. Gue juga nggak pengen deket sama siapa-siapa. Kalau lo pikir gue bakal mau sama lo karena lo cantik, lo salah besar. Sekali lagi sorry ya, Tha." Kira-kira begitu bentuk penolakan yang dilontarkan Jeno saat Ametha mengutarakan perasaannya di rooftop fakultas. Demi tuhan, membayangkan kejadian di hari itu membuat bulu kuduk Ametha berdiri. Tak pernah ada yang tau akan hal itu. Hanya Ametha, Jeno, dan tuhan saja yang mengetahuinya.

Sekarang otak Ametha sedang menerka-nerka, bagaimana sensasi makan di satu meja yang sama dengan Jeno? Gadis itu mulai merinding dan bercucuran keringat dingin di pelipisnya.

"Tha, kalau enggak mau makan bareng temen-temen aku bilang aja. Kamu kelihatan enggak nyaman." Javier laki-laki peka, karena itu setibanya di kantin ia berbisik tepat di telinga Ametha. "Kita bisa cari tempat lain, sayang."

"Is that okay kalau kita pindah?" tanya Ametha ragu.

Javier mengangguk sembari menyunggingkan senyum. Dia belum tau apa yang membuat gadisnya merasa tidak nyaman, namun tak ingin menanyakan hal itu sekarang. Karena baginya, rasa aman dan nyaman untuk Ametha adalah hal nomor satu.

"Iya, kita pindah-"

Belum sempat cowok itu menuntaskan ucapannya, dari seberang sana seorang Hadirija Sadendra bersorak memanggil. Kahim kebanggaan arsitektur sedang tidak sibuk hari ini. Bisa dibuktikan karena Kinara berada dalam gandengannya. Rija tidak mungkin bisa bermesraan dengan kekasih hati apabila tetek-bengek organisasi membuat kepalanya pening. Dua sejoli itu kelihatan mesra, benar-benar tipikal pasangan idaman generasi millenial.

"Mau ke mana, Vier? Jadi makan bareng nggak?" Rija menghampiri, masih dengan tangan yang menggandeng mesra Kinara.

Selama beberapa waktu mata Javier terpusat pada gadis yang berdiri di sisi sahabatnya. Tanpa alasan yang pasti, hatinya berdecak sebal karena gadis itu digandeng laki-laki lain. Hingga kemudian sadar bahwa dirinya sudah gila dan di luar batas. Bagaimana mungkin memuja-muja keindahan gadis lain saat tangannya sendiri pun sedang menggenggam erat Ametha? Javier rasa kewarasannya memang sudah hilang.

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang