Sekian lama hidup dan bertemu ini-itu di sepanjang hembusan nafasnya, sampai sekarang Javier masih bertanya-tanya dan penasaran, seberapa lama kata selamanya itu? Apakah selamanya benar-benar ada atau hanya sekedar kata kiasan semata? Ck, bahkan tentang kata sesepele selamanya terkadang jadi bahan pikiran cowok itu menjelang tidurnya. Tak jarang benak Javier melayang-layang ke masa lalu, niatnya bernostalgia sejenak hingga kemudian tanpa sadar bantalnya basah diguyur kembali oleh hujan air mata.
Dan lagi, Javier akan bertanya sampai kapankah ia akan hidup seperti ini? Apakah akan sampai selamanya? Rasanya seolah tuhan dan semesta tak puas memberinya hukuman bila tidak sampai selamanya.
Kenangan tentang Kota Jakarta beserta orang-orang di dalamnya selalu berhasil menciptakan genangan air di pelupuk mata. Manusia baik bak malaikat bernama Hadirija Sadendra jadi salah satu yang paling ia ingat, sekaligus ia sesali kepergiannya. Memang benar, penyesalan selalu terjadi di akhir perjalanan. Meski seratus milyar manusia bilang tak ada guna menyesali sesuatu yang telah terjadi. Namun begitulah adanya Javier saat ini. Berakhir menyesal tanpa ujung, dia berakhir kehilangan, baik itu kehilangan Rija maupun Kinara.
"Ja, gue datang." Pada sebuah nisan berukiran nama lengkap Hadirija Sadendra, cowok itu tersenyum penuh arti. Seolah nisan yang ia tatap adalah sosok Rija yang tengah menyambut dengan senyum paling hangat. Tangan Javier tergerak mengusap lembut nisan tersebut, seolah yang diusapnya adalah pucuk kepala sang sahabat.
"Sorry baru bisa datang sekarang. Kemarin-kemarin gue nggak bisa ke sini karena sibuk bantuin Jeno ngurus nikahan. Lo tau kan si brengsek itu nikahnya sama mantan gue?" Javier tertawa geli. Pertama, karena ia anggap makam di depannya adalah Rija sungguhan. Kedua, karena sadar bahwa dirinya terkesan gila bercerita sendirian di pemakaman.
"Ja, Kinara udah nikah. Perempuan yang kita cintai mati-matian udah hidup bahagia sama laki-laki lain."
Saat kalimat itu terlontar, sepasang mata Javier menangkap eksistensi beberapa tangkai bunga sedap malam di atas makam. Tampak layu dan mengering, ia tebak pasti diletakkan di sana sekitar seminggu lalu. Otomatis kedua sudut bibirnya terangkat, Javier tau betul siapa sang pemberi bunga sedap malam di atas makam.
"Dia masih sering ke sini ya, Ja?" Sekali lagi Javier tertawa, lalu mengambil beberapa tangkai bunga yang sudah usang itu. Ia gantikan dengan bunga baru, bunga segar yang ia beli di perjalanan. "Bunganya gue ganti, lebih seger bunga dari gue nih. Bunga dari Kinara udah jelek," ucapnya kemudian.
Seketika hening, hanya terdengar deru angin kencang yang membuat daun-daun gugur. Di tempatnya, Javier termenung dengan sepasang mata menatap nanar ke arah makam. Ada banyak masalah yang membuat dada sesak serta ulu hatinya terasa nyeri, namun Javier bingung bagaimana cara ia menyuarakan rasa sakit itu. Terlalu banyak luka sampai bingung harus menyembuhkan bagian yang mana lebih dulu. Hingga pada akhirnya yang bisa cowok itu lakukan hanya termenung dan terus berharap agar waktu bisa diputar kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah | Na Jaemin
Fanfiction[Cerita sudah selesai] Javier sering bilang, "nyari cewek itu kayak nyari rumah. Kalau gue nggak betah, ya tinggal pindah." Dan dalam perjalanan hidupnya yang panjang Javier menemukan Indah Kinara Lavika, kemudian lancang menjadikan perempuan itu se...