Ternyata tuhan punya kehendak lain. Meski sejuta doa telah dipanjatkan, meski sejuta harap dan permohanan telah dilontarkan, tangan-tangan tuhan tetap terulur menarik paksa jiwa seorang Hadirija Sadendra agar segera naik ke atas awan dan melakukan perjalanan panjang menuju nirwana. Satu garis lurus yang tertera pada mesin EKG serta suara berdenging dari alat rekam jantung itu jadi serinai pertanda bahwa sosok lelaki yang terbaring kaku di atas ranjang mulai hari ini telah menuntaskan segala urusannya di bumi.
Tepat ketika fajar mulai terbit, Rija menghembuskan nafas terakhir. Cowok itu menutup usia bahkan sebelum sempat bertemu dengan orangtuanya. Nyatanya tuhan sama sekali tak mau memberi umur panjang untuknya. Banyak hati yang hancur, isak tangis seketika memecah dan mengawali pagi yang entah kenapa terasa jauh lebih dingin. Ramai sanak saudara dan teman-teman kampus berdatangan ke rumah sakit, semuanya masih belum bisa percaya akan berita yang terlalu tiba-tiba.
"Mas Rija! Mas, bangun dong. Masa ninggalin aku sendirian, sih? Kata Mas mau bikinin rumah buat aku!" Aira menangis meratapi sang Kakak yang baru sampai di rumah duka. Gadis sekecil itu harus berhadapan dengan kehilangan paling menyakitkan.
Kedua orangtua yang baru turun dari mobil berlari tergopoh-gopoh dengan air mata berurai membasahi pipi. Anak sulung mereka sudah pulang, pulang ke tuhan. Mama yang begitu mencintai anak-anaknya menangis histeris, begitu pula Papa yang biasanya kokoh mendadak runtuh.
Bahkan tak ada satu pun kosa kata di dunia ini yang bisa mendeskripsikan seberapa sakit orangtua yang ditinggal mati anaknya.
Kerena pada hakikatnya, kematian selalu meninggalkan luka dalam bagi siapapun yang ditinggalkan. Setelah hari ini, tak akan ada lagi sosok Rija berkeliaran di setiap sudut rumah dengan senyum hangatnya yang mempesona. Tak ada lagi kata-kata bijak dan wibawanya yang telah berhasil membawa himpunan menuju puncak kejayaan.
Rija sudah berjalan pergi, jauh sekali hingga tak bisa disusul meski pakai kendaraan paling canggih sekali pun.
"Javier!" Merasa dipanggil, sang pemilik nama langsung mencari suara yang terdengar familiar. Itu Mama-nya, datang terburu-buru dengan tangis yang sama.
"Ma, Rija udah pergi."
"Vier-"
Belum selesai Mama bicara, sang anak semata wayang langsung menjatuhkan diri ke dalam peluknya. Isak tangis yang terdengar pilu serta peluk erat menyesakkan cukup menggambarkan seberapa besar duka di hatinya. Javier memang pernah terpikir, bagaimana jika suatu hari ia hidup tanpa Rija di sisinya. Namun tak pernah sekali pun ia berpikir akan ditinggal mati oleh sang sahabat tercinta.
"Yang tabah, Nak, kamu harus ikhlas. Kalau enggak ikhlas nanti Rija-nya enggak bisa pergi dengan tenang loh," ujar Mama mencoba menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ke Rumah | Na Jaemin
Fanfiction[Cerita sudah selesai] Javier sering bilang, "nyari cewek itu kayak nyari rumah. Kalau gue nggak betah, ya tinggal pindah." Dan dalam perjalanan hidupnya yang panjang Javier menemukan Indah Kinara Lavika, kemudian lancang menjadikan perempuan itu se...