Jangan lupa tinggalkan jejak ya ...
"Aku yakin kalau tadi mama nggak pergi, mama pasti udah banyak-banyak cubit pipi kita,"
"Atau mungkin mama bakal masak makanan kesukaan dan lainnya."
"Kok gitu? Kenapa?" Tanya Sehan. Entah masih pasrah atau nyaman. Sekarang dari bagian leher hingga kepalanya masih dalam dekapan Bella. Cewek dengan rambut sebahu itu bicara dengan mata sedikit melamun dan menaruh dagu di atas dahi Sehan.
"Karna kita akur lagi. Kalo mama nggak nasihatin aku, mungkin aku nggak akan minta maaf." Ucap Bella dengan jari telunjuknya yang sengaja dia mainkan di atas pipi Sehan.
Sehan menaikan satu alisnya. "Emang mama bilang apa?"
"Kamu nggak perlu tau."
"Kenapa?"
"Intinya kamu jangan tau."
"Mama pasti bilang aneh-aneh ya? Makanya mau minta maaf?"
"Nggak juga."
"Terus bilang apa? Gue lagi sekarat?"
"Iya."
Sehan mendelik sambil menengadah, Bella menurunkan tatapan lalu menaikan kedua alisnya bertanya. Sehan mendengus kembali menyandarkan kepalanya.
"Jujur banget sih."
"Aku nggak serius..."
"Terus kenapa bilang 'iya'?"
"Karna kamu juga nggak serius."
"Nggak serius apa?" Sehan menunggu jawaban Bella.
"Kamu nggak sekarat."
Bella menyentuh hidung Sehan sekilas kemudian melepaskan pelukannya. Cowok ketus itu mengangkat kepala dari sandarannya lalu menoleh pada Bella. "Aku ambil es batu ya? Untuk kompres bahu kamu." Tanya Bella menangkup wajah Sehan.
"Hmm..." Deham Sehan dengan mata terpejam. Duduk mereka kini berhadapan setelah memutar tubuh beberapa derajat ke arah yang sama.
"Sehan..."
Panggil Bella, tanganya sedikit menyibak rambut Sehan yang menutupi jidat. "Hmm..." lagi-lagi Sehan berdeham dan belum membuka matanya.
"Kapan kita pulang ke rumah?" Tanya Bella setelah menurunkan tangannya dari wajah Sehan. Sehan membuka matanya. "Yang pasti nggak sekarang." Menjeda ucapannya beberapa saat. "Papa kan nggak ada, bi Cia juga pulang kampung. Kasian mama sendiri di rumah." Tangan Sehan terangkat untuk menyelipkan surai coklat itu ke belakang telinga.
"Nanti ya? Untuk sekarang kita temenin mama dulu di sini." Baik sekali. Kali ini Sehan bertanya dulu sebelum memutuskan. Wajah Bella jadi merona tidak jelas, mata Sehan masih menatap dengan bibir pucat.
Kepala Bella mengangguk-angguk setuju. Ah... dia terlalu gemas. Tangan Sehan jadi tidak tahan untuk mencubit kedua pipi Bella yang sedikit merona.
"Aku cantik nggak?"
"Cantik, kan cewek."
"Oke. Sekarang aku mau ambil es batu."
Bella beranjak dari duduknya, Sehan sedikit bingung akan kelakuan Bella barusan. Dia menaikan bahu, setelahnya menyesap teh hangat yang di buatnya.
Tangan Bella menarik pintu pendingin yang lumayan besar itu. Dia mengambil 2 kotak es batu yang bersekat rapat dari dalam sana.
"Se..." panggil Bella lagi.
"Hmm... kenapa?"
Sehan memutar tubuhnya hingga membelakangi meja. Sekarang matanya memperhatikan setiap pergerakan Bella. "Kamu sadar nggak kalo kita itu udah nikah?" Pertanyaan Bella membuat Sehan berhenti bernafas sejenak.
"Sadar." Dia kembali bernafas seperti sebelumnya.
"Sadar kalo aku istri kamu?"
"Sadar."
"Sini tangannya." Bella meminta tangan putih pucat itu dengan hati-hati. Handuk kecil berisikan es batu penuh siap untuk mengompres bahu suaminya.
Sehan tahu, pasti akan seberat ini untuk Bella tetap di sisinya. Di sisinya yang tak pernah mengerti bagaimana harus mencintai dan kehilangan sekaligus. Sehan bahkan belum tahu, kapan ia harus merengkuh hangat tubuh gadisnya atau ia akan kehilangannya juga.
"Se ..." Sehan masih menelak-nelak keberadaan Bella dihadapannya. Bella sangat cantik.
"Kenapa?" Jawab Sehan akhirnya.
Tak ada yang keluar jelas dari mulutnya. Bella hanya diam serta terus mengompres hati-hati bahu Sehan yang cedera. Sehan merasa ada yang janggal, saat Bella menggeleng dengan ragu. Banyak yang ia tahan. "Bilang aja ... " titah Sehan.
"A-aku k-kangen kamu, Se ... hiks, m-maaf."
"Kok nangis?"
Tidak ada yang berubah dari perlakuan Bella sejak tadi. Tapi, isakan tangis Bella begitu jelas mengatakan kalau ia benar-benar merindukan sosok laki-lakinya yang tak lagi sama. Padahal sebelumnya, Bella senang dengan aduannya, dengan sumpah serapahnya tentang bagaimana kalau Sehan mati juga saat kecelakaan itu. Sehan tak bisa mengerti suasana hati Bella.
Sehan mencoba menggegam tangan Bella yang ada di atas pahanya. Duduk mereka berhadapan.
"Jangan nangis ... gue 'kan nggak kemana-mana."
"M-maaf, Se ..." dada Bella sampai terasa sakit.
"Gue harus maafin apa? Lo nggak buat salah apa-apa, Bel. Coba sini dengar gue, kalo misalnya lo kangen, lo 'kan tinggal bilang sama gue. Kita satu rumah, lo bisa datang tiba-tiba kayak tadi. Lo bisa lakuin apapun. Jangan nangis kayak gini ... "
"B-bukan g-gitu ... "
Tangan Sehan menepuk-nepuk punggung Bella dari depan yang sesegukan begitu keras. Sehan menurunkan kepalanya, menatap lebih lekat lagi wajahnya Bella. "Terus kenapa?" Tanyanya lembut. "Coba bilang sama gue." Sambungnya.
"A-aku k-kangen karna aku merasa kehilangan kamu ... hiks."
Bella sampai tak berani mempertemukan pandangan mereka. Cengkraman pada handuk yang digenggamnya semakin kuat, Bella menahan segala rasa sesaknya yang nyaris ditunjukkan pada Sehan.
"Ada apa, sih, Bel? Tiba-tiba? Tadi 'kan masih baik-baik aja ... lo nggak kehilangan apa-apa dari gue, Bel." Bahkan Sehan belum mengerti apa yang ia cerna dan lakukan pada Bella sekarang.
Bella memukul-mukul dadanya. "A-aku s-sakit hiks lihat kamu kayak gini, Se. Hiks."
"Hush ... udah-udah, kok tambah kenceng nangisnya. Sini." Sehan mencoba meraih pelukan pada Bella. Ia meletakan kepalanya pada pundak Bella sambil mengusap-usap punggungnya sebagai penenang. "Nggak baik kalo lo nangisin gue terus, Bel. Gue bahkan nggak bisa jadi apa lo mau selama ini. Gue belum bisa."
"S-sehan ... aku k-kasihan sama kamu ..."
Peluk Bella lebih erat. Rasanya hangat, rasanya nyaman. Walau tahu, bagi Sehan segalanya tak sesempurna itu.
"Nggak ada yang perlu dikasihanin, ya? Gue nggak apa-apa. Jangan nangis tiba-tiba kayak tadi lagi, ya?" Sehan mengeratkan pelukannya juga.
Maaf banget ya selalu telat up:"
Semoga suka sama part ini ...?
Next, part 32?
See u!

KAMU SEDANG MEMBACA
250! SEHAN
Novela Juvenil[ 250! SEHAN ] Menjadi diri sendiri akan lebih baik, tak perlu dengar apa kata orang. Begitulah Sehan, berperilaku semaunya tanpa campur nasihat orang, termasuk orang tuanya. Tabiat Sehan memang sangat gila jika terus di layani. Ketus, dan dendam ya...