#0.01 [250!SEHAN]

298 44 14
                                    

20 comment 20 vote bisa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20 comment 20 vote bisa?

❌❌❌

PAKHHH!!!

Rekatan gigi dan cengkraman tangan terlihat menahan sakit saat sabetan galah rotan cukup panjang itu berhasil mendarat di bokong Sehan dengan posisi tubuh mengukung.

Kalau bukan karena putra sulungnya, Sehan. Johan, mungkin tidak akan pulang jauh-jauh kesini hanya untuk menegur kelakuan Sehan yang kerapkali membuatnya harus ingat batasan.

Mengendus kasar sambil melemparkan galah rotan itu asal. "LAMA-LAMA KAMU CARI MATI SAMA PAPA, YA, HAN!"

"Udahlah pa, jangan terlalu keras. Sehan emang sudah begitu dari dulu." Lerai Mona, jadi penengah.

"Sudah begitu gimana?! Anak ini semakin hari semakin dekat dengan neraka!"

"DIA LAMA-LAMA GAK TAHU BATASAN!" lagi-lagi lontaran kata tajam itu Johan amukan.

Bagaimana tidak gusar? Posisinya Johan sedang dinas keluar kota, dan tiba-tiba Mona, istrinya memberitahu jika Sehan semalam habis meninju anak kompleks sebelah hingga masuk UGD, hanya karna permasalahan anak remaja yang sama-sama masih belum bisa mengontrol emosi. Gila memang anak itu!

"Kalo macem anak kayak Sehan ada tiga. Bisa mati berdiri saya!" Johan tampak sudah tidak habis pikir. Percuma juga jika terus mengeluarkan tenaga untuk marah-marah pada Sehan.

Toh, Sehan juga pasti akan melakukan kesalahan yang sama dan anak seperti Sehan benar-benar susah diatur walaupun sudah diamuk sekejam apapun.

Johan pergi tanpa maaf ke kamar. lingkaran hitam di bawah matanya sudah nampak jelas karna Johan baru saja sampai pagi ini.

Sehan membangunkan tubuhnya sambil memegang bokongnya yang terasa linu.

"Pasti Mama ngadu." Sehan bersuara menatap Mona.

Bukannya khawatir, ditanya sakit atau tidak? Justru Sehan malah dapat satu pukulan cukup keras di pundaknya.

"Sehan! Ih! Mama itu lama-lama juga capek liat kamu gini terus. Nak!" Omel Mona menekan.

Sesulit-sulitnya Sehan untuk diajak berdamai dalam tabiatnya. Mona tidak pernah benar-benar marah pada Sehan, justru sebaliknya Mona terkadang kasihan melihat Sehan yang sering habis-habisan di marahi oleh suaminya yang galaknya minta ampun.

"Udah, ya! Mendingan sekarang kamu berangkat sekolah daripada nanti papa marah lagi."

Ujar Mona mengingat waktu sudah mulai menunjukkan pukul tujuh. Di sini posisi sehan sudah rapih mengenakan seragamnya tapi berhubung papanya pulang tiba-tiba. Sehan jadi harus mendengarkan siramanㅡtidak, lebih tepatnya, Omelan.

"Iya, tapi nanti Sehan gak pulang kesini. Sehan mau pulang ke rumah sana aja."

Jawabnya sambil menyambar jaket jeans yang tersampir di ujung sofa. Tampak ada rasa lega di wajah Mona, karna memang itu satu-satunya cara teraman.

250! SEHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang