[ 250! SEHAN ]
Menjadi diri sendiri akan lebih baik, tak perlu dengar apa kata orang.
Begitulah Sehan, berperilaku semaunya tanpa campur nasihat orang, termasuk orang tuanya.
Tabiat Sehan memang sangat gila jika terus di layani. Ketus, dan dendam ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya... Happy reading
❌❌❌
"Dor!!..."
Lepas. hampir lepas Jingga dari genggamannya. Kucing mungil itu sedang di pakaikan kalung baru oleh Sehan. "Astaga! Lo ngapain sih!"
Sehan terkejut bukan main pagi itu. Bella datang tiba-tiba dari belakang dan mengejutkannya saat ia sedang berjongkok mengalungi Jingga. Tangan Bella masih di letakan di pundak Sehan lalu melongok sedikit ke depan. "Ehehe... Kaget ya?"
Bella mengangkat tangannya dari sana. Lalu ikutan berjongkok. "Sehan ngapain?" Ia terheran, karna tidak biasanya Sehan bermain dengan Jingga. Bahkan, sepertinya Sehan baru saja bangun. Masih terlihat garis-garis halus yang tampak sedikit tercetak di pipi kirinya.
"Kalungnya copot."
Tangan Sehan belum lepas dari leher kucing mungil itu. Ia mulai mengaitkan bagian belakangnya. "Kok bisa? Padahal kenceng." Tangan Bella meraih kalung lama milik Jingga.
"Lo tau, ternyata dia semaleman ada di kamar gue. Tadi pagi, dia udah ada di ujung kasur. Ternyata bandulnya nyangkut di ujung seprai. Untung gak ke cekik."
Tanpa sadar Sehan menjelaskan dengan detail pada Bella. Pagi itu Bella jadi senyum-senyum sendiri, lucuㅡkatanya.
"Terus kalung barunya dari mana?"
Bella baru ingat kalau saat itu ia hanya membelikan satu kalung saja untuk Jingga, tidak lebih. "Ini hadiah waktu beli pelana Strom." Stromㅡ kuda putih milik Sehan. Kuda pacuannya. Bella mengernyit.
Sehan memutar bola matanya. "Ya, terserah penjual nya dong. Mereka yang kasih, namanya juga hadiah." Kini menatap Bella sedikit sinis. Bella mengembung kan pipinya. Harus banyak sabar jika bicara dengan Sehan.
"Kemaren lo kemana dulu?"
Tidak ada angin bahkan hujan, tiba-tiba Sehan bertanya. Bella menatapnya sambil membuka mulut. "Duduk, di halte kota."
"Ngapain?" Alisnya dinaikkan satu.
"Cari alesan sama Biggo dan zura."
Iya, seperti yang kalian tahu. Tidak mungkin juga saat itu Bellaㅡtidak ikut pulang kembali dengan Biggo dan Azura. Apalagi mereka tidak tahu tentang Sehanㅡjugaㅡ Bella yang tinggal satu rumah. Kalau kemarin tetap diam, tamat. Bella akan sama halnya di interogasi oleh keempat sahabatnya begitupun dengan Sehan.
"Sini Jingga..."
Tangan Bella meraih kucingnya. "Jingga makin lama makin lucu aja." Tak pernah lepas memuji kucing mungilnya. "Biasa aja." Celetuk Sehan. Bella menyipitkan matanya. "Tapi suka kan?"