¡¡¡
Alana sedang berada di kamarnya. Ia kini duduk di meja belajar dan mulai mempelajari beberapa materi karena besok kelas mereka ada ulangan harian kimia. Itupun karena Alana dipaksa dengan Renan.
"Belajar atau ngga ada minta beliin es rasa matcha lagi."
Ya kalo sudah diancam seperti itu Alana mau tak mau harus belajar. Kini ia membolak-balikkan halaman buku paket tebal itu. Baru beberapa menit ia sudah merasa bosan dan mengantuk.
"Drtt drtt"
Ponselnya bergetar, Alana melihat ada panggilan masuk dari Renan yang ia beri nama kontaknya "Alhamdulillah pacar".
Alana langsung menggeser ikon telfon itu ke atas.
"Halo bapak"
"Gimana belajarnya?" tanyanya tanpa menghiraukan sapaan Alana tadi
"Ini lagi belajar bapak"
Alana menghela nafas kasar, Renan menelfon hanya untuk menanyakan tentang belajarnya? bukan menanyakan tentang apakah ia sudah makan atau sudah minum begitu. Satu hal yang ada di benak Alana saat ini menyebalkan.
"Kenapa?"
Alana menggerutkan alisnya, "Kenapa apanya?"
"Ngga jadi, lanjutin belajarnya"
"Jangan dimatiin.."
"Iyaa"
Mereka belajar bersama, namun di kamar yang berbeda. Alana tak mampu menahan senyumnya saat samar-samar mendengar Renan bersenandung dari ujung sana.
Tak terasa sudah 30 menit mereka masih terhubung di telfon. Jam sudah menunjukkan pukul 21.30.
"Aku ngantuk..," keluh Alana pada lelaki yang mungkin saat ini sedang fokus membaca materi di bukunya
"Ya udah tutup bukunya"
Alana langsung menutup semua bukunya, merapikan peralatan tulis dan meregangkan anggota tubuh yang dari tadi sudah pegal terutama leher dan tangannya.
"Telfonnya ngga dimatiin?"
"Jangan dulu"
"Kenapa?" Sengaja Alana memancing agar Renan mengeluarkan kata-kata bucin seperti orang pacaran pada umumnya
"Saya mau bacain kamu beberapa rumus biar kamu ingat"
Wajah Alana yang dari tadi sumringah langsung tersenyum kecut. Ia baru ingat Renan bukan tipikal orang yang suka mengeluarkan kata-kata manis.
Alana menganggukkan kepalanya tanda mengerti saat Renan membacakan rumus-rumus kimia, walaupun Renan diujung sana pasti tidak dapat melihatnya.
"Udah segitu aja"
"Nomor atom 36"
"Ha??" Renan sedang berpikir sebentar "Kripton?"
"Iya simbol kripton kan Kr, K itu Oke dan R itu Renan jadi oke Renan"
"..."
"Miska? apa kamu masih di sana?"
"Hm." Renan sepertinya frustasi, untung dirinya orang yang sabar
Alana hanya terkekeh, tiba-tiba terlintas sesuatu yang ia ingin lakukan di otaknya, "Sebentar.."
"Kenapa?"
Gadis itu membuka buku catatannya yang penuh dengan coretan dan mencari halaman yang kosong. Ia lalu menuliskan sesuatu di sana.
"List rencana yang pengen aku lakuin sama kamu," jawabnya dengan senyum yang cerah
Renan bisa membayangkan Alana tersenyum di seberang sana. Senyuman yang selalu ingin ia simpan agar tak hilang dibawa arus kehidupan.
"Apa-apa aja?" tanyanya
"Nanti aja aku kasih tau"
Alana beranjak dari meja belajar menuju tempat tidur berwarna hijau muda itu. Ia merebahkan diri sembari memegang ponselnya yang masih tersambung dengan Renan.
Telfon itu sejak awal telah ia hidupkan speaker, "Mau tidur.."
"Iya tidur aja duluan, saya mungkin sebentar lagi," jelas Renan
"Ngga mau ngucapin apa gitu?" ucap Alana kembali memancing
"Jangan mimpi apa-apa, tidur aja yang nyenyak."
Alana sudah menduga ini, tapi ucapan Renan ada manisnya sedikit dan tentu berbeda dari yang lain. Alana menarik selimut tebalnya sampai menutupi seluruh badan. Telfonnya sudah berakhir dari tadi.
Alana menatap lurus atap kamarnya yang berwarna putih.
"Apa gue pantas bahagia kayak gini?" gumamnya, hanya ada keheningan
"Bunda maaf"
"Alana kangen bunda"
"Mau mati"
Cairan bening mengalir dari dua sudut mata gadis itu. Alana menyembunyikan wajahnya dibalik selimut dan menangis. Alana berharap tidak ada yang pernah melihatnya dalam keadaan seperti ini.
~
Part ini cuma 600 kata
Jangan tanya kenapa, akupun tak tau jawabannya
Bercanda, karena bagian selanjutnya aku udah mulai mau buat konflik
So jangan lupa vote dan koment yaa !
Sampai Jumpaa
XOXO -!
-Syfnaaa29
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle, Love, and Bipolar [END]
Teen FictionAlana adalah seorang gadis yang ceria tetapi orang-orang tidak tahu bahwa Alana mempunyai penyakit yang berhubungan dengan jiwanya dan memiliki trauma. Dari hari ke hari Alana sangat kesulitan karna Bipolar terus mengganggu hidupnya tetapi dengan du...