24. Kerinduan

182 31 4
                                    

¡¡¡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¡¡¡

"Alana rindu bunda..," ungkapnya

Gadis yang rambutnya di cepol seperti biasa itu tak beranjak dari tempatnya dari kemarin, ia sedang duduk dengan keadaan memeluk dirinya sendiri. Memikirkan betapa ia sangat merindukan sang ibunda membuatnya dadanya sangat sesak. Ia memandang danau yang jernih itu dengan tatapan putus asa.

"Alana seharusnya ngga hidup kan bun?"

Alana tertawa dengan tawa yang dibuat-buat. Ia merasa tidak pantas hidup setelah ibunya mengorbankan diri untuk menyelamatkannya 9 tahun yang lalu.

Hari sudah menunjukkan pukul lima sore, hanya Alana yang ada di danau itu. Alana tetap tak ingin pulang padahal sudah berjam-jam ia tak makan dan minum. Ia berpikir tak mungkin jika mereka mencari dirinya toh dia hanya beban bagi orang-orang.

"Bun, kak Dipta kenapa harus selalu mementingkan Alana? sampai-sampai kak Senjani ngga mau jadi pacar kak Dipta." racaunya masih setia menatap pemandangan di depannya itu

"Semenjak bunda pergi, ayah ngga pernah lagi senyum dan bercanda sama Alana," sambungnya

Memang benar bahwa semenjak ibunya meninggal, sang ayah tidak pernah tersenyum dan tidak pernah bercanda atau bermain dengan Alana lagi. Mengobrol saja jarang jika tak ada hal yang penting.

"Dan Renan.. Alana ngga pernah pantes buat Renan bun. Renan terlalu baik buat Alana yang selalu mementingkan diri sendiri"

Ia rasanya ingin menghilang dari dunia ini agar orang-orang terdekatnya tidak terbebani lagi.

"Biarin Alana nyusul bunda ya di sana?"

Matanya berkaca-kaca, ia menunduk dan perlahan air matanya mengalir begitu saja. Kini tekadnya sudah bulat, ia berdiri dan tiba-tiba badannya sangat lemas.

Ia memandang danau yang luas itu, tiba-tiba ia melihat sosok yang sangat familiar di tengah danau. Wanita itu duduk di atas rakit dengan sinar jingga yang ada di belakangnya, membuat wanita itu semakin cantik. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Alana seakan-akan menyuruh Alana untuk datang padanya.

"Bunda.."

Tangis Alana semakin deras karena dilihatnya sang ibunda yang kini tersenyum padanya. Ia perlahan memasuki air selangkah demi selangkah. Alana seakan lupa dengan fakta bahwa ia tak bisa berenang sama sekali.

"Bunda, tunggu Alana..," katanya

Ia sudah masuk sepenuhnya ke dalam air, tak ada lagi pijakan. Alana berusaha mengerakkan kaki dan tangannya berulang kali namun mustahil itu bertahan lama.

Alana berulang kali mendongak ke atas permukaan air dan berusaha untuk menghirup oksigen sebanyak mungkin. Ia merasakan nyeri di dadanya dan batuk-batuk karena hanya air yang masuk dari hidung dan mulutnya. Dilihatnya samar-samar sang ibu sudah tidak ada. Kini tubuh Alana sudah tenggelam ke dalam air danau yang lumayan dalam itu.

Struggle, Love, and Bipolar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang