¡¡¡
Di ruangan yang serba putih itu, seorang gadis duduk sembari menyandarkan punggungnya di sofa. Ia memejamkan matanya sejenak dan menghela nafasnya berungkali merutuki diri kenapa ia harus ke tempat ini lagi.
"Alana?" panggil seorang wanita yang memakai jas berwarna putih, nametag nya bertuliskan "Psikiater ; Sp.KJ Anna Almaira"
Alana tersenyum kepada wanita yang sedang duduk di hadapannya sekarang.
"Apa yang sedang kamu rasakan akhir-akhir ini?" tanyanya dengan tatapan lembut seperti biasa
Alana hanya menggeleng pelan tetapi matanya tak bisa berbohong. Tersimpan banyak keluhan yang ia simpan rapat-rapat. Alana lupa bahwa wanita itu adalah seorang psikiater yang sudah mengenalnya 3 bulan terakhir.
"Alana..," panggilnya sambil mendekat dan mengusap bahu gadis yang lebih muda
"Obat Alana sudah habis, boleh minta lagi?" pinta Alana dengan mata yang sayu
Anna melihat mata sayu itu dan penglihatannya beralih kepada lengan Alana. Ada banyak bekas sayatan yang masih tampak baru. Ia sudah menduga akan seperti ini.
"Kamu tau Alana? kamu bisa bertahan sejauh ini karena kamu adalah manusia yang kuat dan hebat"
"Kamu adalah anak yang berani, buktinya kamu berani ke sini untuk pertama kali dan menjelaskan apa yang sedang kamu rasakan saat itu"
Memori saat Alana pertama kali bertemu dengannya di ruangan itu memutar begitu saja di kepala Anna.
Saat itu Alana datang seorang diri. Ia menceritakan semua yang terjadi terkait trauma dan hal-hal yang mengganggu hidupnya selama beberapa tahun belakangan.
"Alana capek..," ujarnya dengan mata berkaca-kaca
"Di saat semua hidup dengan tenang bersama keluarganya, Alana cuma bisa jadi penonton dan ngga bisa ngerasain itu.."
"Di saat semua udah tidur dengan nyenyak, Alana ngga bisa dok."
Tangis Alana sudah pecah tetapi ia masih berusaha tersenyum. Anna yang melihat itu merasa hatinya teriris. Bagaimana bisa anak 17 tahun menghadapi depresinya seorang diri tanpa seorang pun keluarganya yang tahu?
Anna menggenggam tangan gadis itu dengan sedikit erat, "Rasa sakit itu sementara, rasa sakit yang kamu rasakan hari ini hanya untuk mendapatkan kekuatan untuk menghadapi hari esok," tuturnya sambil mengusap air mata di wajah pasiennya itu
"Menjadi kuat tidak berarti bahwa kamu dapat menangani setiap situasi sulit sendirian..," lanjutnya
"Alana tetap harus menangani ini sendirian dokter, Alana ngga mau membebani ayah, kak Dipta bahkan teman-teman." jelas Alana sambil terisak memegang dadanya sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle, Love, and Bipolar [END]
Ficção AdolescenteAlana adalah seorang gadis yang ceria tetapi orang-orang tidak tahu bahwa Alana mempunyai penyakit yang berhubungan dengan jiwanya dan memiliki trauma. Dari hari ke hari Alana sangat kesulitan karna Bipolar terus mengganggu hidupnya tetapi dengan du...