21. Depresi

208 35 1
                                    

¡¡¡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¡¡¡

Alana hendak keluar kamarnya untuk mengambil air putih. Saat Alana ingin menuruni tangga, ia lalu melihat Renan masih ada di ruang tamu. Juga ada Dipta yang duduk bersamanya.

"Renan belum pulang ya..," gumamnya, ketika kaki Alana mulai melangkah ia mendengar Dipta sedang bercerita ke Renan tentang ibunya

Alana tiba-tiba mematung, memori itu muncul lagi di kepalanya. Mendadak kakinya lemas dan dadanya sangat sakit. Alana berlari kembali ke kamar lalu mengunci pintu bercat hijau muda itu rapat-rapat.

Gadis itu terduduk dan bersandar di belakang pintu kamarnya, mata cantik itu kembali berkaca-kaca dan tangisnya kini pecah tak tertahan.

Bukan hanya hari ini Alana mengingat semua itu, tetapi setiap malam. Dari malam ke malam Alana habiskan dengan menangis dan merutuki dirinya sendiri.

"Alana bodoh!" umpatnya kepada diri sendiri

Alana memukul kepalanya dan menarik rambutnya sendiri dengan frustasi. Ia kini menunduk dengan air mata yang masih mengalir deras, ia menangis dengan tersedu-sedu. Ia merasakan ada sesuatu yang menghantam dadanya. Sangat sakit.

Seorang wanita paruh baya mengelus pundaknya pelan, ia duduk bersimpuh di hadapan Alana. Alana pun menegakkan kepalanya dan langsung memeluk wanita di depannya. Tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Bunda..," lirihnya

Wanita itu hanya tersenyum sembari mengelus punggung putrinya dengan lembut.

"Alana bisanya cuma nyusahin bunda, ayah sama kak Dipta kan?" kata Alana dengan terbata-bata

Lantas wanita itu melepas pelan pelukan itu dan menggeleng, ia menangkup wajah Alana dan menghapus air matanya.

"Kamu adalah hadiah terindah yang ada di hidup kami nak.."

Tiba-tiba Alana merasakan dingin disekujur tubuhnya. Gadis itu membuka matanya perlahan, ternyata ia ketiduran di lantai kamarnya setelah menangis tadi malam.

"Cuma mimpi..," katanya sembari menghela nafas

Alana bangun dan berdiri, lalu duduk di depan meja riasnya. Seperti biasa ia melindungi sekitar matanya dengan foundation agar tidak ada yang curiga bahwa ia habis menangis semalaman.

Alana kembali merebahkan dirinya di kasur, ia sangat lelah. Cahaya matahari menembus gordennya, saat itu sudah jam 8 pagi. Karena hari itu hari minggu, ia tidak pergi kemana-mana.

"Dek.."

"Gue boleh masuk?" terdengar suara berat dari balik pintu kamar Alana

"Masuk aja..," jawab sang pemilik kamar

Dipta lalu membuka pintu dan masuk dengan memakai kemeja garis-garis dan celana levis birunya.

"Mau kemana?" tanya Alana

Struggle, Love, and Bipolar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang