30. Sincerity

2.1K 281 320
                                    

Hari-hari silih berganti, tetapi tidak dengan sebuah rasa yang sebenarnya terlarang namun belum juga luput dan berhenti. Bukannya tak tahu diri. Hanya belum bisa menghapus apa-apa yang sudah terlanjur tertoreh di dalam hati.

"Tuan."

"Hm."

"Saya tau tempat bagus. Tuan mau ke sana, gak?" Ini Laras, yang sedang duduk di dalam mobil, di kursi kiri depan setelah tugasnya hari ini selesai. Menemani Tuannya di kampus.

"Pusing banget gue nyiapin skripsi," Michael setengah bermonolog sambil memijat dahinya dengan sebelah tangan. Rupanya ia tak mendengar pertanyaan dari gadis yang menemaninya di kampus hari ini.

"Tuan..." Laras agak merengek.

"Apaan, sih? Orang lagi mikir, gangguin aja!"

"Tuan gak dengerin saya, tadi saya nanya."

Michael menghela napas. "Apa? Lo mau nanya apa?" tanyanya merendahkan suara, "Gue tuh lagi pusing mikirin skripsi, Ras. Lo jangan egois, napa..." Michael mulai mendramatisir.

"Emangnya Tuan udah mulai ngerjain skripsi?"

"Belum. Bulan depan."

"Kenapa pusingnya sekarang?"

"Ya kan tetep aja gue bakal pusing."

"Berarti entar aja pusingnya, Tuan. Sekarang jangan dulu." Laras berucap serius, namun terdengar menggemaskan.

Michael memejamkan matanya sejenak sembari menghela napas. Ia menepi lantas menginjak pedal rem membuat mobil itu pun berhenti mendadak.

Laras terkesiap, menoleh ke kanan dengan tatapan kaku.

Belum sempat Laras berucap, wajah Michael sudah maju begitu dekat menghadap wajahnya. "Lo tuh, gue perhatiin makin ke sini makin bawel, ya?" gertaknya bersuara rendah.

Laras mengerjap-ngerjap, menahan perasaan yang sudah mau meledak menatap wajah Michael yang bisa dibilang cukup dekat. 10 sentimeter.

"Ma-maaf, Tuan. Bu-bukan gitu maksud saya." Laras membalas takut-takut.

"Terus maksudnya gimana?" tanya Michael, seraya membuka sabuk pengamannya tanpa bergeser sedikit pun.

Manik Laras kian melebar, ia melirik sekilas ke arah sabuk pengaman yang sudah terlepas, sebelum kembali menempatkan tatapan tegangnya pada wajah sang Tuan.

"Ma-maksudnya, saya gak mau Tuan banyak pikiran... gitu, Tuan." Laras tersenyum masam. Tidak tahu lagi harus berekspresi bagaimana.

Michael tersenyum di ujung bibir, lalu memiringkan kepalanya sambil terus tersenyum. Jantung Laras semakin kelabakan dibuatnya, otaknya juga sudah kalang kabut rasanya.

"Tuan... jangan." Laras menutup matanya sambil memohon.

"Jangan apa?"

"Sakit, Tuan." Laras memegang dada sebelah kirinya.

"Eh, gak gue apa-apain. Jangan ngada-ngada."

"Bukan. Ini, degdegan banget Tuan masalahnya..." rengek Laras kelewat jujur, sambil masih terpejam.

Michael tak habis pikir. Senyumannya lebar terukir, "Astaga..." ia menggeleng-gelengkan kepala seraya memundurkan tubuhnya, "Lo belom gue apa-apain udah degdegan aja," ucapnya tanpa dosa sambil tertawa.

Gadis itu membuka mata setelah mendengar suara Michael sudah menjauh, kemudian ia menghela napas lega.

"Ya ampun, Ras... gue tuh buka sabuk pengaman karena udah gerah aja pake sabuk pengaman. Pasti lo mikirnya kemana-mana, kan?" Michael bertanya usil.

UNSTABLE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang