13. Unstable Indeed

2.1K 295 121
                                    

.......

"Gue mau denger cerita."

"Cerita tentang apa, Tuan? Biar saya pikirin dulu."

"Apa aja."

Lalu Laras pun berpikir sejenak. Cerita apa yang harus ia ceritakan pada Tuannya?

"Kalau... cerita tentang keluarga saya, memangnya Tuan mau denger?" Laras bertanya hati-hati.

Michael mengerling sinis, "Gue bilang kan apa aja. Lo gak paham dengan frasa apa aja?"

Laras langsung menunduk. Benar juga. Dasar Laras lemot.

"Hehe, Iya, Tuan.. Laras salah, eh, maksudnya.. saya salah. Haduh.." Laras memukul-mukul pelan bibirnya yang salah bicara, "Nyebut keluarga, saya jadi kebawa, Tuan.. saya kalau ngomong sama Ibu Ayah kayak gitu soalnya.."

Michael tersenyum kecil mendengarnya, sebelum memotong pancake lagi untuk ia makan kemudian.

Sudah tidak ragu lagi, Laras pun berdeham sebelum memulai ceritanya, "Saya itu dua bersaudara. Saya punya adik, masih SMP kelas 2, namanya Adinda. Terus.. emm, Ibu saya sekarang jualan makanan sama kue-kue. Kalau Ayah saya, udah gak kerja.."

Kepala Michael terangkat pelan, menatap Laras sejenak sebelum menatap ke arah lain lagi sambil mulai berpikir.

"Soalnya sakit stroke. Tadinya Ayah saya kerja jadi satpam di Kantor Pegadaian. Terus sekarang–"

"Siapa yang jagain di rumah?"

"Ya?"

"Siapa yang jagain Ayah lo di rumah kalau bertepatan Ibu lo lagi jualan dan adek lo lagi di sekolah?" Michael memperjelas.

"Oh, enggak, Tuan.. Ibu saya jualannya di rumah, kok. Jadi gak ninggalin Ayah." Laras tersenyum.

"Terus gimana Ayah lo? Udah berobat?"

"Sudah, Tuan. Kebetulan lagi rutin terapi."

Michael mengangguk samar lalu memakan pancake nya lagi. Laras pun hendak melanjutkan.

"Emm, terus.. adik saya sekarang lagi UAS, Tuan. Kadang-kadang suka VC sama saya minta diajarin.." Laras terkekeh kecil kemudian.

Namun Michael, pandangannya jadi sedikit mengawang.

"Ibu saya sering bilang kangen sama saya. Ya.. saya juga, sih.. tapi kan.. emang kayak gitu kalau kerja, harus tanggung jawab, gak boleh kebawa perasaan.. nanti jadi gak profesional. Iya kan, Tuan?"

Laras tersenyum, namun Michael tidak. Ia melamun sendu. Bukannya tidak menyimak, justru Michael terlalu menyimak.

"Iya..." Jawab Michael pelan.

Padahal tadi wajah lelaki itu sudah agak lurus, tapi sekarang terlihat berkabut lagi. Laras jadi takut, apa dia salah bicara?

Lantas Laras memilih diam, sedikit menunduk namun sesekali mencuri tatap melihat ekspresi Tuannya.

Sadar akan Laras yang diam, Michael menoleh dengan gerakan perlahan, "Terus apa lagi?" Tanyanya agak lambat.

Untuk beberapa saat, Laras juga menatap mata yang sedang menatapnya. Tapi mengapa? Mengapa sorot lelaki itu begitu redup? Laras bingung, ingin tahu, namun ia bukan siapapun.

Laras tersenyum kecil sebelum melanjutkan ceritanya.

"Di samping rumah, saya punya tetangga. Namanya Silvi. Dia sahabat saya dari masih SD. Kita deket banget, Tuan.. dari kecil selalu main bareng, main taplak gunung, selodor, main karet.. sama.. banyak banget pokoknya.." Laras berujar lembut sambil tersenyum.

UNSTABLE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang