Happy Reading
✨✨
Hari ini mas Aryudha tidak langsung pulang ke rumah sehabis bekerja. Mas Aryudha pergi ke pesantren untuk menemui Abuya. Kesehatan Abuya menurun setelah kemarin sempat bepergian keluar kota untuk menghadiri majelis kajian.
Mas Aryudha pulang setelah isya dengan membawa tas dan kantong plastik. Tidak perlu ditanyakan lagi, Kantong plastik sudah pasti isinya makanan manis. Kalau bukan martabak manis berarti pisang keju, atau makanan manis lainnya.
Aku tidak kecewa dengan bawaan mas Aryudha karena kadang aku pun masih menikmati itu walaupun tidak sebanyak mas Aryudha tentunya.
"Ini" ucap mas Aryudha setelah aku menjawab salamnya.
Aromanya beda jadi ku buka kantong plastik yang diberikan mas Aryudha, ada martabak telor.
"Tumben, sudah takut diabet ya?"
"Yang manis sold out" jawab Mas Aryudha melepaskan sepatu dan meletakkannya pada rak.
"Hahaha, ini mau sama teh manis?"
"Iya, buatkan ya"
"Siap... Mas mau makan dimana?"
"Di kamar saja"
"Oh ya udah" aku berjalan ke dapur membuatkan teh lalu menyiapkan martabak yang dibawa mas Aryudha tadi.
Aku kembali ke kamar dengan membawa piring berisi martabak telor dan segelas teh manis untuk berdua. Bukan mau sok romantis, ini biar mas suami tidak kebanyakan yang manis.
"Ini martabaknya"
"Makasih ya"
"Sama-sama, Baca apa?" Jarang sekali ku temui mas Aryudha membaca buku di rumah. Di rumah kami hanya terisi buku dan novel yang ku beli. Kalaupun mas Aryudha membaca, paling jawaban UAS mahasiswa. Tapi kali ini mas Aryudha sedang memegang buku, bukan! Itu kitab.
Mas Aryudha menunjukkan sampul kitab itu padaku. "Abuya minta saya buat gantikan beliau kajian di majelis besok"
"Majelis di *******"
"Iya"
"Aku ikut" Karena tempat majelisnya melewati rumah orang tuaku, tentu saja aku mau ikut.
Mas Aryudha tidak menanggapi. Malah mengambil gelas teh lalu minum. "Saya tidak yakin bisa menggantikan Abuya" ucap mas Aryudha setelah minum.
"Kenapa gak yakin? Mas pasti sudah pernah belajar kitab ini kan?" Ku tunjuk kitab yang ada ditangan mas Aryudha.
"Iya, tapi ini majelis pusat sayang. Jamaahnya banyak. Saya takut khilaf dan salah menjelaskannya. Rasanya saya mau minta ustadz kholiq buat gantikan"
"Memangnya ustadz kholiq tidak akan keberatan. Kan ini Abuya yang minta mas. Bukannya mas sudah pernah jadi pengisi kajian juga"
"Itu cuma gantikan umi. Yang datang di kajian juga ibu-ibu"
"Beda ya, mas? Kalau ibu-ibu pasti lebih nyaman mengisinya, begitu ya?" Sindirku membuat Mas Aryudha menghela nafas. Mas Aryudha memilih menyandarkan dirinya pada sofa dan mulai membuka kitab.
Dasar aku! Bukannya menyemangati dan meyakinkan suami, ini malah disindir.
"Kalau Abuya meminta mas buat gantikan, berarti Abuya sudah yakin dan percaya sama mas"
"Justru karena saya dipercaya saya jadi takut mengecewakan, apalagi ini Abuya"
Aku mencoba menenangkan mas Aryudha dengan mengusap lengan atasnya. "Setidaknya mas sudah usaha buat memberikan yang terbaik. Khilaf dan salah itu kan manusiawi mas. Gak ada yang sempurna"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Berbeda [END]
General FictionTidak semua orang beruntung menjadi satu-satunya. Tidak semua orang beruntung memiliki seutuhnya. Ini hanyalah tentangku yang menjadi ketidaksempurnaan dalam rumah tangga orang lain.