Happy Reading
✨✨
Memiliki suami yang mempunyai rumah dan keluarga utama dilain tempat merupakan sebuah cerita tersendiri yang harus selalu ku pahami. Keberadaannya adalah suatu hal yang selalu ku nanti dan ketika dia disini dirumah bersamaku maka aku seperti kedatangan sebuah kebahagiaan. Rumah kami jadi terasa lengkap.
Ada Aku, dia dan anak kami.
Lebih dari tiga hari saja mas Aryudha dirumah itu sudah membuatku antusias dan senang, apalagi jika sampai satu minggu. Aku merasa benar-benar memiliki suami, memilikinya seutuhnya walaupun nyata tidak.
Aku selalu bahagia mendengar ketika dia berkata saya ke rumah kamu, saya Pulang ke sini lagi nanti atau tunggu saya ya. Sesederhana itu kebahagiaan wanita berstatus sepertiku.
Mas Aryudha berada di rumah kami hampir selama satu minggu, mungkin selain merindukan Syaffira, dia juga ingin menebus waktu satu minggu penuhnya yang lalu karena bersama keluarga pertamanya.
Hari ini hari sabtu dan mas Aryudha libur bekerja jadi kami sama-sama memutuskan untuk pergi ke pesantren.
Walaupun sejak beberapa hari yang lalu Syaffira merengek ingin jalan-jalan pergi ke kebun binatang. Tapi ketika diberitahukan kami akan pergi ke pesantren dia tampak senang. Dia suka sekali suasana pesantren yang notabene-nya banyak orang-orang apalagi kadang ada santri-santri yang mengajaknya jalan-jalan atau sekedar bermain disekitar pesantren.
"Abi... Ada bolon"
"Dimana?"
Syaffira mengarahkan jarinya menunjuk ke pinggir jalanan.
"Iya balon, Fira-"
"Itu bukan balon" sela ku dan Syaffira menoleh. "itu abangnya jualan stiker, Fira" aku membohongi Syaffira supaya dia tidak meminta ingin dibelikan balon pada kami.
Setiap kali membelikan Syaffira balon, balon-nya tidak pernah bertahan lama. Paling lama dua hari dan setelahnya pasti sudah meletus karena ulahnya yang suka menduduki balon atau memainkan pulpen pada balon. Terakhir kali waktu dirumah neneknya, dia menemukan gunting dan langsung meletuskan balonnya dengan benda tajam itu.
"Stikel apa bunda?"
"Stiker sayang, stiker itu buat ditempel-tempel" jawabku.
"Tempel mana?"
"Misalnya ditempel di dinding kamar, di mobil atau di cermin" jelasku saat kami melewati Abang yang sebenarnya berjualan balon. Syaffira tidak melihat karena dia sibuk menatapku.
"Fila mau stikel bunda"
"Eh gak bisa" sahutku, mas Aryudha terkekeh hingga aku menoleh padanya yang sedang menyetir.
"Mau stikel"
"Gak bisa sayang"
Syaffira tampaknya tidak bisa berdamai, dia semakin menagih meminta stiker dengan menjerit lalu menangis kencang dalam mobil.
"Senjata makan tuan" ucap mas Aryudha. "Kamu juga yang repot kan" lanjutnya tapi aku tidak menghiraukannya
"Udah... Udah... jangan nangis nanti kita beli stiker-nya yah, Fira mau gambar apa?"
"Putli Sofia" isaknya.
"Iya, nanti bunda belikan. Jangan nangis bentar lagi kita sampai pesantren. Kalau Fira nangis terus nanti ditanyai eyang Abuya Kenapa Khanza nangis? Bunda kan gak enak"
Syaffira manarik hidungnya lalu mengusap kedua matanya. "Stikel"
"Iya, nanti kita beli stiker"
Syaffira tidak menangis lagi, hanya tersisa sesenggukan dan matanya yang masih merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Berbeda [END]
General FictionTidak semua orang beruntung menjadi satu-satunya. Tidak semua orang beruntung memiliki seutuhnya. Ini hanyalah tentangku yang menjadi ketidaksempurnaan dalam rumah tangga orang lain.