S2. 15. Sepeda impian

4.5K 428 67
                                    

Happy Reading

✨✨

"Maafkan mba ya De untuk kejadian dua hari yang lalu, mba terbawa emosi sampai kelewat batas dan tidak memikirkan perasaan kamu... Maafkan mba ya"

"Iya mba... Aku juga minta maaf, mungkin selama ini tanpa sadar perbuatan aku nyakitin hati mba"

Dengan itu aku dan mba Binar berbaikan, kami sepakat untuk saling memaafkan satu sama lain. Kendati aku masih memikirkan tentang perasaan mba Binar. Mba Binar sempat berkata menyesal dan itu tentu saja menggangguku. Bagaimana kalau hal itu terjadi lagi dikemudian hari?

"Saya mengerti pasti kamu merasa bersalah tapi berpikir tentang bercerai itu juga bukan solusi yang tepat. Hal ini masih bisa diperbaiki, apalagi kamu dan Ning Binar juga sudah saling memaafkan." Terang ustadzah, guru ngajiku. "Ocha, Selama masih bisa diperbaiki, Gus Yudha masih mencintai dan mempertahankan kamu. Maka kamu juga harus tetap berjuang dalam pernikahan itu. Jangan gegabah, nak. Kalau kamu meminta cerai bisa jadi itu malah membuat masalahnya makin runyam. Bagaimana perasaan Gus Yudha, orang tua kamu, terlebih lagi Syaffira anak kalian"

Dan akhirnya aku pulang kembali ke rumah kami setelah tiga hari menginap di rumah orang tuaku. Hatiku sudah mulai membaik. Aku hanya perlu memaafkan, melupakan dan bersikap baik. Aku berdoa kepada Allah semoga perasaan dan sikapku tidak menyakiti siapapun lagi.

Mungkin aku juga harus mengingat, selama mas Aryudha mencintai maka aku akan terus bertahan. Terdengar egois tapi ini akan aku anggap sebagai usahaku dalam memperjuangkan pernikahan ini.

"Bagus ya, Saya izinkan cuma satu hari tapi tau-taunya malah tiga hari" Sindirnya padaku. "Telepon saya tidak tersambung, pesan saya tidak terkirim . Kamu blokir nomor saya?"

"Iya..."

Wajahnya benar-benar terlihat kesal saat membawa Syaffira masuk kedalam rumah. Mas Aryudha duduk bersama Syaffira sambil mengobrol seputar kegiatan Syaffira selama menginap dirumah orang tuaku. Mas Aryudha juga memberikan sebuah donat pada Syaffira.

Ku tinggalkan mereka masuk kedalam kamar. Aku tau, aku salah dengan memutuskan memblokir nomor ponselnya tapi aku butuh waktu sendiri tanpa gangguannya.

Aku dan Mas Aryudha sama sekali tidak terlibat pembicaraan bahkan saat kami makan malam. Rumah kami seperti hanya diisi dengan suara Syaffira tapi itu tidak bertahan lama karena saat jam setengah sepuluh, anak itu tertidur didepan tv. Mas Aryudha menggendongnya untuk memindahkannya ke kamar.

Aku sedang memainkan ponsel saat mas Aryudha keluar dari kamar Syaffira dan berdiri tepat di depanku.

"Sini ponselnya"

"Apaan sih mas?" Aku mengabaikan telapak tangannya yang terulur padaku.

"Saya bilang, sini ponselnya!"

"Buat apa?" Mas Aryudha tidak langsung menjawab, dia mengambil ponselku secara paksa dan tentu saja aku kesal. "Kenapa sih mas? Sini ponselku"

"Buat apa punya ponsel kalau tidak bisa dihubungi?"

"Siniin ponsel aku!" Aku mencoba mengambil alih ponselku tapi gagal. "Jangan kayak orang tua yang dikit-dikit ngambil ponsel"

"Kamu blokir nomor saya, apa kamu tidak merasa bersalah Ocha?"

"Ya udah maaf! Siniin ponselku" Aku mencoba mengambil ponselku dari tangannya tapi lagi-lagi aku tidak berhasil.

"Tidak usah punya ponsel lagi" ucapannya dengan santai. Dia kemudian melangkah menuju kamar kami. Aku tidak menyusulnya masuk, aku tetap berada diposisi ku, duduk pada sofa didepan tv.

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang