S2. 11. Dia Bilang 'Saya Lelah Sekali...'

3.8K 391 175
                                    

Happy Reading

✨✨

Aku pernah baca dalam sebuah website kalau syarat utama suami untuk poligami itu adalah mampu untuk selalu berusaha bersikap adil dan hal utama yang harus ada pada istri yang rela dimadu dan menjadi madu adalah berusaha untuk selalu sabar, ridho dan ikhlas.

Ketika sudah berani memasuki kehidupan pernikahan apalagi pernikahan poligami maka segalanya bukan lagi tentang perasaan diri sendiri. Tidak ada istilah egois untuk kebahagian diri sendiri. Hidup berdampingan dengan orang lain maka kita juga dianjurkan mengerti perasaan orang lain. Dan itulah yang ku usahakan sekarang.

Mas Aryudha memang seharusnya bersama kami tapi keadaannya kini, mba Binar sedang membutuhkan mas Aryudha. Mereka sedang berusaha mempertahankan seorang anak yang sudah mereka anggap seperti anak kandung sendiri. Seperti halnya mba Binar yang tidak banyak protes saat mas Aryudha bersama kami maka seharusnya aku juga seperti itu, setidaknya berusaha.

Aku akan berusaha untuk sabar dan tidak marah jika mas Aryudha berlama bersama mba Binar dalam keadaan ini. Aku akan tetap bersyukur selama mas Aryudha masih mengingat tentang kami yang juga anggota keluarganya dan dia masih menyempatkan datang walau mungkin cuma sebentar.

"Abi ada penjahat ya?"tanya Syaffira saat mas Aryudha mendekati kami pada kasur.

"Penjahat apa gadis? " mas Aryudha berjongkok dilantai dekat kasur untuk menatap wajah anaknya.

"Malam tadi"

"Itu Bi, Bunda bilang malam tadi kalah abi gak pulang ke sini karena sudah malam jadi banyak penjahat" Jelas ku sambil terus membuat ayaman pada rambut Syaffira.

"Oh begitu..." mas Aryudha kembali fokus pada Syaffira. "Iya sayang banyak penjahat malam tadi, Maaf ya abi jadi tidak ke sini"

"Iya" jawab Syaffira sambil menggangguk.

"Gimana Bi tentang yang malam tadi, Lancar?"

Mas Aryudha menggeleng. "Ibunya menolak, dia meminta Nadia dikembalikan minggu nanti" jawab mas Aryudha berdiri lalu duduk disampingku.

Aku terdiam sesaat sebelum kembali bertanya. "Mba Binar bagaimana?" mas Aryudha tidak menjawab tapi dari raut wajahnya aku sudah bisa menebak kalau hal itu tidak bisa diterima oleh mereka terutama mba Binar.

Aku menuntaskan kegiatan mengayam rambut Syaffira hingga gadis kecil itu langsung berlari kearah mainanya yang berhamburan.

"Saya merasa kesulitan, Cha. Disatu sisi saya tidak mau menzholimi ibu kandungnya Nadia tapi satu sisi saya juga tidak ingin Binar merasa sedih dan sakit hati karena kehilangan Nadia. Saya bingung harus bagaimana"

Ku usap lengan mas Aryudha untuk sekedar paling tidak menenangkannya atas masalah ini.

"Menurut kamu saya harus bagaimana?"

"Aku tidak berani berpendapat, takut salah"

"Saya akan mendengarkan dan memahaminya"

"Bunda... Ayamnya tidak gelak" Syaffira berjalan kearah kami menyerahkan mainan ayamnya.

"Ini baterainya gak ada Fira"

"Betelainya mana?"

"Nanti ya bunda cariin, Fira main yang lain" Syaffira menunjukkan wajah cemberut tapi dia tetap menurut dengan melangkah kembali menuju mainannya.

"Gini mas...Aku tau pasti berat bagi mba Binar untuk melepas Nadia, mba Binar sudah sangat sayang dan berkorban banyak untuk Nadia" Aku merasa gugup untuk mengemukakan pendapatku pada mas Aryudha. Mas Aryudha masih menatapku- menungguku bicara. "Aku juga seorang ibu mas, mba Binar juga ibu dari Abra dan Ibra. Aku yakin, Mba Binar pasti tau bagaimana rasanya kalau harus berpisah dengan anak kandung. Itu menyakitkan mas dan mungkin itu yang dirasa orang tua Nadia selama ini. Walaupun mereka sendiri yang memberikan Nadia waktu itu, tapi coba deh mas pikir lagi. Mana ada orang tua yang tidak sakit hati kalau harus memberikan anak kandung mereka ke orang lain. Kalaupun ada, mereka pasti mikirnya itu untuk kebaikan anak mereka tapi tetap saja itu pasti keputusan yang sulit. Kalau bukan karena keadaan ekonomi dan masalah lainnya, gak akan ada orang tua yang mau memberikan anaknya ke orang lain"

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang