S2. 8. Istana Sang Pemaaf

3.3K 343 22
                                    

Happy Reading

✨✨

Kesal dan marah itu adalah hal wajar yang bisa terjadi pada setiap manusia. Yang perlu selalu diingat adalah tentang bagaimana diri untuk bisa mengontrol setiap kekesalan dan kemarahan itu supaya tidak menjadi hal yang buruk. Baik untuk diri sendiri atau orang lain.

Belajar bersikap tenang, berlapang dada dan memaafkan, mungkin itulah yang akan selalu dipelajari dalam kehidupan ini. Karena kehidupan memang tidak akan lepas dari hal buruk. Sekeras apapun kita mencoba menjadi sosok yang baik kadang ada saja orang-orang yang bersikap buruk terhadap kita. Atau bahkan kita sendirilah yang sudah buruk terhadap diri kita sendiri. Menzholimi diri sendiri.

Salah satu hal yang menurutku sikap menzholimi diri sendiri adalah ketika kita tidak mau memaafkan kesalahan orang yang telah menyakiti dan malah justru menyimpan dendam pada orang tersebut.

Seperti.... Untuk apa?

Untuk apa menutup hati dari istilah memaafkan? bukankah orang yang paling bahagia itu tidak menyimpan dendam, bahkan terhadap yang menyakiti.

Mas Aryudha memang mencabut  laporan dan tuntutan-nya tapi aku sadar dia belum sepenuhnya menerima permintaanku itu. Dia bersikap dingin sekarang padahal tempo hari dia yang begitu semangat menyebar keceriaan padaku.

"Mas"

"Hm"

"Aku punya tebak-tebakan nih"

"Saya sedang tidak minat" jawabnya yang sedang menyisir rambut.

"Ih gitu banget! Kemarin-kemarin aku nanggapin terus kalau mas kasih tebakan" dia tidak menjawab, hanya fokus pada cermin. "Mas..."

"Hm"

"Coba tebak! Kendaraan, kendaraan apa yang kalau jalan itu imut?"

"Tidak tau"

"Tebak aja dulu kenapa sih mas?"

"Delman istimewa"

"-Ku duduk di muka..." Aku malah dengan antusias bernyanyi. "Teng! Mas Aryudha salah! Coba tebak lagi mas"

"Tidak tau" jawabnya meletakkan sisir lalu duduk pada kasur.

"Mau tau gak mas?"

"Tidak" jawabnya enteng, ku cubit saja pinggangnya hingga dia menoleh padaku. "Apa?..."

"Jawabnya kereta api!"

"Oh"

"Kok oh? Tanya lagi dong! kenapa gitu kek?"

"Kenapa gitu kek?" Mas Aryudha meledekku tapi aku masih punya stok sabar menghadapinya yang menyebalkan seperti ini.

"Karena...- kereta api Cute... Cute... Cute..." Jawabku dengan bernada lagu kereta api. Mas Aryudha mengulum bibirnya, aku tau dia ingin tersenyum tapi ditahan. "Ciyee... Senyum aja kali mas"

"Tut... tut... tut ya! sejak kapan jadi cute... cute... cute. Lagipula kereta api kalau jalan biasa saja, tidak ada imut-imut nya!" Debatnya. Ini nih salah satu spesias orang yang tidak bisa diajak bercanda. "Dia jalan datar, kalau ada belokan, dia belok."

"Banyak banget ya masalah hidup mas?"

Mas Aryudha tertawa setelah aku memasang wajah cemberut. Dia membawaku kedalam dekapannya kemudian.

"Cute... Cute... Cute" ucapnya bernada. Aku ikut tertawa di dadanya.

"Mas pernah dengar cerita istana sang  pemaaf?" Dia terdiam jadi aku mendongak untuk melihat wajahnya. "Pernah dengar?"

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang