S2. 14. Mereka Yang Saling Cinta

4.6K 423 146
                                    

Happy Reading

✨✨

Raut wajah mas Aryudha terlihat begitu khawatir dan sedih setelah ku ceritakan tentang mba Binar yang berkata ingin mundur dan mengikhlaskan mas Aryudha. Dia buru-buru pergi dari rumah kami setelah aku selesai bercerita.

Aku tau pikiran ini mungkin tidak tepat, tapi entah kenapa kepergiannya seperti memberikan tamparan akan kenyataan padaku. Aku tidak marah dengan respon cepat mas Aryudha, aku tau pasti tentang betapa berartinya mba Binar bagi mas Aryudha. Aku hanya kagum dan mungkin juga terharu karena tau dan sadar kalau pria yang ku cintai ini begitu mencintai wanita lain dan itu istri pertamanya.

Aku mengantarkan kepergiannya hingga depan pintu rumah. Mas Aryudha pergi begitu saja padahal sebelumnya dia ingin mandi sore. Dia bahkan memasang kembali kancing kemejanya dengan sembarangan hingga terlihat timpang sebelah.

"Abi..." Syaffira berteriak nyaring melihat mobil Abi-nya pergi dari halaman rumah kami. "Abi... Fila ikut" dia merengek lalu tiba-tiba menangis.

"Sini" ku gendong tubuh Syaffira masuk kedalam rumah. "InsyaAllah nanti abi-nya kesini lagi"

Masalah ini membuatku jadi malas dalam melakukan berbagai hal termasuk menemani Syaffira bermain. Akal sehatku sepertinya tidak baik-baik saja, aku menyesal setelah sadar dan melihat Syaffira yang menangis. Aku menegurnya terlalu keras tadi karena dia menghamburkan mainan di ruang tamu.

Setelah isya barulah mas Aryudha mengirimiku pesan, dia berpesan untuk tidak memikirkan masalah ini. Tapi walaupun aku berusaha untuk tidak memikirkannya, tetap saja hatiku tidak bisa tenang. Aku terus memikirkan keadaan mba binar.

"....Mba iri dan tanpa sadar merasa sakit hati"

Serumit ini perjalanan rumah tangga kami. Aku tau, pasti sulit juga bagi mba Binar dalam menjalani semua ini. Mengizinkan suami menikahi wanita lain bukan perkara mudah yang bisa disepelekan, memangnya wanita mana yang tidak sakit hati.

Sekarang aku benar-benar merasa bersalah. Padahal sudah sebisaku meminimalisir perasaan sakit antara aku dan mba Binar yang mungkin terjadi di pernikahan ini, namun kenyatannya hal itu tidak akan bisa semudah itu ku lakukan. Lambat laun dan tanpa sadar, wanita kedua ini menzholimi orang lain.

" ...Kamu sudah saya anggap seperti ade saya sendiri, saya tidak mau mendendam pada kamu karena merasakan perasaan penyesalan ini"

Sakinah, mawaddah wa Rahmah dalam pernikahan itu tidak sejatinya mampu ku raih. Kebahagiaan yang ku rasakan dalam pernikahan ini adalah kebahagiaan yang telah ku cicipi dari milik orang lain.

Sekarang kemana aku akan berpijak dan menyakinkan diri akan keharmonisan pernikahan ini. Aku, hubungan dan cinta yang terjalin ini telah membuat luka, sakit hati dan penyesalan dalam diri seseorang. Benar, hati manusia tidak selalu menetap pada keputusan awal, kadang berubah-ubah sesuai keadaan.

Keadaan ini mungkin masih bisa membuatku bicara dari hati ke hati, saling memaafkan dan berbaikan dengan mba Binar, tapi hubungan diantara kami mungkin akan berubah. Seperti cermin yang telah retak, tidak akan sama lagi. Pengakuan mba Binar dan sikap keterlaluan ku tadi mungkin sudah membuat jarak diantara kami.

Kenapa harus seperti ini?
Kenapa juga aku harus bersedia dinikahinya?
Kenapa aku harus mencintainya?.
Aku mempertanyakan keras hal itu malam ini.

Aku tidak merasa sakit hati dengan ucapan mba Binar, perasaan ku lebih terarah pada rasa bersalah. Begitu rumit dan sulit status ini ku tanggung. Penyesalan mba Binar cukup membuatku seperti dihantam untuk menjauh. Kehadiranku disesali lalu aku harus bagaimana?.

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang