S2. 18. Surat Untuk Pria Penolong

3.7K 465 83
                                    

Remein komen dong, biar semangat!?

Happy Reading

✨✨

"Mba Binar..."

"Maria, kamu disini? Sudah baikan?"

"Aku sudah baikan. Mba... Bagaimana keadaan mas Yudha?" tanyanya tak sabaran.

"Mas Yudha sudah sadar tapi masih dalam keadaan lemah" jawab mba Binar sambil melirik kearah ku.

"Aku masuk dulu"

"Boleh aku ikut jenguk?" Aku berhenti dan menoleh pada wanita bernama Maria itu sesaat. Aku melirik pada mba Binar, setidaknya mba Binar bisa menyikapi lebih bijak wanita ini. Dia bukan siapa-siapa, hanya kenalan. Kenapa begitu antusias ingin menjenguk suami kami.

"Bergantian ya Maria. Mas Yudha juga masih lemah, belum bisa bicara banyak"

"Ini siapa Binar?" tanya Umi.

"Ini Maria umi, ade dari sahabat Binar dan Gus Yudha. Ade nya Anastasya, umi ingat Anastasya yang dulu sering ke pesantren?"

"Ade-nya Anastasya?" sela ku.

Mba Binar mengangguk pelan. Aku menatap kembali wanita bernama Maria itu. Kalau dia adik dari Anastasya lalu memangnya ada urusan apa dia dengan mas Aryudha?.

"Maria ini umi nya mas Yudha" ucap mba Binar pada Maria. Maria mengangguk pelan lalu dengan cepat menunduk menyalami tangan umi. "Dia ini tadi juga bantu dengan mendonorkan darah untuk gus Yudha" lanjut mba Binar.

"Masya Allah... Terima kasih ya kamu sudah bantu menolong Yudha"

"Sama-sama, mas Yudha juga sudah banyak menolong saya"

"Ocha, masuk dulu umi"

"Oh... iya-iya, Silahkan"

Aku bergegas masuk dan langsung menutup pintu. Aku berjanji pada diriku sendiri kalau setelah ini, aku akan menanyakan kejelasan tentang kehadiran Maria disini pada mba Binar.

"Mas..." Aku menghampiri mas Aryudha yang terbaring pada kasur. Dia memaksakan sebuah senyuman padaku walaupun wajahnya tidak terlihat baik-baik saja. Dia terbaring lemah dengan selang oksigen di hidung dan selang infus pada tangan kiri. Kepala, bahu dan lengan mas Aryudha dibalut dengan perban. "Sakit ya? Kalau nyebrang harus hati-hati, lihat kiri-kanan dulu mas" mas Aryudha mengangguk pelan.

"Aku khawatir tau, mas bikin aku ketakutan" Aku kembali menangis karena mengingat betapa takutnya aku kalau sampai terjadi hal buruk pada mas Aryudha tadi. "Mba Binar bilang mas kehilangan banyak darah, mas tau kan gimana beresiko nya itu? Hampir sepanjang jalan aku nangis karena mas"

"Jangan menangis, saya tidak apa-apa"

"Mas gak usah bicara dulu..." protes ku. Kami saling diam, ku tatap lukanya yang diperban lalu ku sentuh pelan bagian lengannya. "Cepat sembuh ya, mas"

"Aamiin..."

Kami kembali saling diam sebelum aku kembali bersuara. "Aku kesel banget sama mas, pengen banget marahin mas gara-gara kayak gini tapi aku gak bisa. Masa mas nyebrang gak lihat-lihat dulu" Ku sentuh wajah mas Aryudha. Kemarin malam dia masih baik-baik saja, masih mengobrol dan bercanda denganku. Sekarang dia terbaring di ruang rumah sakit sebagai pasien. "Lain kali hati-hati, jangan sampai masuk rumah sakit dengan alasan begini. Awas aja bikin aku khawatir lagi"

"Iya cerewet"

"Mas ih, aku serius!"

"Saya mau minum"

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang