S1. 12. Seandainya...

4.6K 405 37
                                    

✨✨

Jangankan untuk marah-marah dengan mas Aryudha, melihat wajahnya saja sekarang aku tidak mau. Bukan karena mas Aryudha berbuat salah tapi karena aku sedang menangis setelah membaca komentar orang di sosial media.

Seseorang mengunggah video tentang bahagianya dirinya menjadi istri kedua tapi tanggapan netizen malah mencaci- maki dan melontarkan perkataan pedas di kolom komentar. Komentar itu memang tidak langsung tertuang untukku tapi melihat status orang yang dicaci, tentu itu membuatku merasa kecil hati. Aku juga wanita kedua suamiku.

Mas Aryudha datang ke rumah orang tuaku sekitar jam sembilan pagi. Kami memang malam tadi memilih menginap di rumah orang tua masing. Aku di rumah orang tuaku dan mas Aryudha di pondok pesantren.

Aku membelakangi mas Aryudha saat dia tiba-tiba masuk kamar dan langsung mengusap bahu dan memeriksa keningku. "Tidak demam. Kamu merasa mual dan pusing lagi?"

Aku menggeleng, enggan bersuara.

"Pesan saya malam tadi kenapa tidak dibalas?"

Aku menggeleng lagi. Mas Aryudha kembali mengusap bahu hingga lenganku. "Lihat kesini kalau diajak bicara"

"Mau tidur"

"Ini masih pagi kamu malah mau tidur" mas Aryudha malah mencoba bermain dengan menggelitik tubuhku.

"Mas... Ih"

"Lihat saya"

"Aku belum mandi, belum dandan"

"Biasanya juga begitu di rumah" Aku tidak menanggapi hingga mas Aryudha kembali menggelitik.

"Mas..." Aku akhirnya berbalik dan menatap mas Aryudha yang duduk disisi kasur.

"Kenapa? Habis nangis?" Tanya mas Aryudha sambil mengusap ujung mataku. "Bengkak begini"

"Nggak apa-apa, kita langsung pulang?"

"Tidak, saya mau bawa kamu ke pesantren lagi tapi ini kenapa?" Mas Aryudha kembali bertanya namun kali ini sambil menunjuk matanya sendiri. "Nonton film lagi?"

Aku mengangguk saja. Mas Aryudha sudah sering sekali mendengar aku yang mengeluh karena statusku ini. Mungkin lebih baik aku rasakan sendiri yang ini dari pada membebaninya dengan pikiran sensitif ku.

"Jangan nonton film lagi kalau begitu" tapi yang terlintas di otak ku adalah 'jangan baca komentar lagi kalau begitu'.

Aku bangkit duduk lalu memeluk mas Aryudha, setidaknya dengan memeluknya aku merasa sedikit tenang kembali.

Andai orang tau, tidak ada wanita yang ingin menjadi kedua. Setiap wanita pasti ingin jadi yang pertama dan satu-satunya tapi kadang takdir seseorang tidak seberuntung itu.

Pernah terbesit di pikiranku, bagaimana jika seandainya kami tidak menikah. Mas Aryudha tetap dengan mba Binar sedangkan aku bersama dengan pria lain seusiaku dan yang pasti menjadikanku satu-satunya. Mungkin aku akan sangat bahagia tapi kemungkinan tidak bahagia itu juga pasti ada.

Melihat wajah mas Aryudha dan caranya memperlakukanku membuatku bertanya, apakah pria lain bisa membuatku secinta dan sebahagia sama seperti ketika aku dengan mas Aryudha.

"Mas..."

"Iya"

"Boleh aku tanya sesuatu?"

"Boleh, tanya apa sayang?"

Aku melepaskan pelukanku dan menatap wajah mas Aryudha. "Seandainya aku terlahir di tahun yang sama dengan mas lalu kita bertemu, apakah mas akan mencintai dan memilihku? Karena kalau aku pikirkan lagi, walaupun kita lahir di tahun yang sama aku ingin tetap menjadi yang mas pilih" Tidak peduli siapapun mas. Aku ingin mas memilihku. Tetap dan lagi.

Sisi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang