Alhamdulillah bisa nepatin janji buat cepat update!,
Ini saran ya, buat kamu yang mudah menangis. Tolong...
Siapkan tisu!Happy Reading
✨✨
"Umi..."
"Iya nak"
"Kita mo pelgi?" tanya Nadia duduk disamping Binar yang sedang memasukkan baju Nadia kedalam sebuah tas.
"Em iya, kita mau jalan-jalan dengan Abi juga"
"Holee... Dia jalan-jalan" girang Nadia bangkit dari duduknya. "Umi, Dia mo main juga" Pinta Nadia dibalas anggukan pelan oleh Binar.
"Nanti Dia main sama kaka Fira ya"
"Holee!.. "
Binar mencoba menahan diri dengan menggigit bibir bawahnya, Tangannya mengepal kuat pada pakaian Nadia yang tengah dia pegang. Sakit sekali rasanya melihat Nadia yang begitu riang karena mengira mereka hanya akan jalan-jalan padahal besok adalah hari perpisahan mereka. Binar harus melepaskan gadis kecil yang begitu dia sayangi ini.
Menyadari pipinya yang basah membuat Binar lantas langsung mengusap air matanya. Dia mencoba tersenyum menatap pada Nadia.
"Umi... Dia syuka baju ini" Nadia menunjuk pada pakaian yang tengah Binar pegang. Binar tidak dapat berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Nadia. Binar meraih tubuh Nadia dan memeluknya erat.
"Nadia anak umi" Ucap Binar disela tangisnya. "Umi sayang sekali dengan Nadia"
"Umi..." panggil Nadia lirih. Binar mengendurkan pelukannya, menatap lekat wajah gadis kecilnya sambil mengusap wajah hingga kepala gadis kecil itu.
"Nadia anak umi kan? Iyakan nak?" walaupun terlihat bingung tapi gadis kecil itu mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.
Binar ikut tersenyum, dia kembali meraih tubuh Nadia untuk dia peluk dengan erat. Tidak pernah terbayangkan oleh Binar kalau dia akan secepat ini berpisah dengan Nadia. Dia akan kehilangan gadis berambut ikal ini. Senyum, tangis dan tingkah lucu Nadia pasti akan begitu Binar rindukan setiap harinya.
"Umi... Jan menangis, nanti gigit nyamuk" gumam Nadia.
"Maafkan umi ya karena tidak bisa mempertahankan Nadia" Isak Binar mengusap punggung Nadia. Rasa takutnya akan kehilangan Nadia menjadi semakin besar. Bagaimana hari-hari besok tanpa Nadia disisinya? Sebelum melepaskan gadis kecil ini saja sudah membuat Binar merasa kesulitan begitu berat.
"Umi..." Tiba-tiba Nadia merasa sedih dan ikut menangis dibahu Binar. "Umi... Jan menangis"
"Maafkan umi ya" Binar melontarkan pelukannya dan mengecupi wajah Nadia dengan sayang.
Jangan lupakan umi ya, Nak!
Hampir semalaman Binar memeluk tubuh Nadia yang tertidur disampingnya. Tangis wanita itu tak kunjung benar-benar mereda. Hanya terjeda sesaat lalu beberapa saat kemudian air matanya jatuh lagi. Bayangan tentang Nadia yang selama ini telah tinggal bersamanya berputar dipikirkan Binar. Tangis Binar pecah saat mengingat pertama kali Nadia memanggilnya 'umi' dan saat Nadia belajar melangkah kearahnya.
"Umi..."
"Umi tidak bisa" sahut Binar pada Aryudha. "Nadia seperti anak kandungku" Karena Nadia sudah dia rawat sejak bayi dari Nadia baru lahir.
Melihat kondisi Binar yang begitu rapuh membuat Aryudha juga merasakan hal demikian. Aryudha bangkit untuk duduk lalu berpindah mendekati Binar.
"Sabar... InsyaAllah umi kuat" ucap Aryudha sambil mengusap lengan Binar. Binar mengubah posisi ya menjadi duduk, ditatapnya wajah Aryudha sebelum akhirnya memeluk erat tubuh suaminya itu. Binar menangis terisak dipelukan Aryudha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Berbeda [END]
General FictionTidak semua orang beruntung menjadi satu-satunya. Tidak semua orang beruntung memiliki seutuhnya. Ini hanyalah tentangku yang menjadi ketidaksempurnaan dalam rumah tangga orang lain.