(5) Sekolah Baru

2.4K 338 37
                                    

"Papa, Papa. Kita mau ke mana?"

Bocah tujuh tahun itu mengikuti langkah sang ayah yang terlihat sibuk mondar-mandir ke sana kemari untuk mencari sesuatu. Dasi, lah, kaus kaki, lah, bahkan sapu tangan dan juga kaus kaki untuk putranya sendiri pun membuatnya pusing. Jungwon yang sejak tadi mengikuti ayahnya dengan kaus kaki yang baru terpasang sebelah di salah satu kakinya pun, sampai ikutan pusing dibuatnya.

"Papa, Papa! Jawab dulu pertanyaan Wonie ...!" Bocah itu menarik-narik ujung kemeja putih yang dikenakan ayahnya, sementara Jay terlihat kebingungan dan lelah dalam satu waktu yang sama.

Sebelum menjawab, Jay memilih menghela napas panjang, kemudian menepuk bahu putranya dengan lembut. "Jungwonie, nanti pertanyaan Wonie bakal Papa jawab. Tapi sekarang, Wonie bisa bantu Papa, nggak?"

Mata besar dan lucu dari bocah bernama lengkap Park Jungwon itu berkedip karena bingung, lantas bertanya, "Bantu apa, Pa?"

Jay menyunggingkan senyum hangat. "Bantu Papa cari kaus kaki Wonie yang satunya, oke? Papa lupa taruh di mana kemarin." Setelah mengatakan hal itu, Jay kembali terlihat sibuk membuka-buka laci khusus di mana dia biasa menaruh sapu tangan, dasi dan kaus kaki. Akan tetapi, dia tidak bisa menemukan apa yang ingin dikenakan untuk hari ini.

"Tapi Papa--"

"Nanti Papa belikan es krim yang banyak untuk stok satu Minggu kalau Wonie mau bantu Papa." Jay memotong perkataan putranya itu, membuat Jungwon mendengkus sebal.

"Tapi Papa, kaus kaki Wonie ada di atas tempat tidur!" seru bocah itu dengan nada kesal.

Jay otomatis cengo saat mendengar apa yang putranya katakan. Lelaki itu menoleh dan menatap tempat tidur. Benar saja, kaus kaki putranya itu berada di sana. Lalu kenapa Jungwon hanya memakai sebelah kaus kakinya, sih? Inilah yang membuat Jay kebingungan mencari kaus kaki untuk putranya itu tadi. Duh.

"Wonie kenapa nggak bilang ke Papa dari tadi?" Jay mengacak rambutnya frustasi. Padahal, dia sudah menyisir rapi rambut hitam kecokelatan miliknya itu setelah mandi tadi.

Namun, Jungwon langsung mengangkat bahu acuh. Entah dia belajar dari mana, Jay tidak merasa pernah mengajarkannya. "Wonie tadi udah mau bilang, tapi Papa sibuk sendiri."

Jay menghela napas panjang, kemudian memaksakan senyumnya. Terlebih saat Jungwon kembali berujar, "Terus kaus kaki Papa ada di dalam lemari. Wonie liat Papa masukin ke lemari kemarin. Dasi Papa ada di gantungan handuk, tuh!"

Oh, shi--Jay hampir saja mengumpat dalam benak. Dia benar-benar ingin merutuki dirinya sendiri. Kenapa sih, dia jadi pelupa begini?

"Papa pelupa, pasti karena makan semut!"

Eiy, Jay praktis menatap putranya dengan tatapan bingung. "Hubungannya makan semut sama pelupa apa, Jungwonie?" tanya Jay tak habis pikir. "Lagi pula, memangnya kapan Papa makan semut?"

Jungwon mengangkat bahunya acuh. "Kata Nenek Shim, mamanya Om Jake, orang yang sering makan semut tuh pasti pelupa. Waktu itu Papa nggak sengaja makan semut di roti yang Papa buat untuk Wonie."

Astaga, Jay ingin mengumpat, tetapi itu dosa. Untung Jungwon ini anaknya. Coba kalau anak tetangga, sudah Jay pastikan jika ia akan melelang Jungwon saja di pasar saham--ah, tidak-tidak. Jay tidak serius, kok, saat mengatakan hal itu.

"Baiklah, baiklah. Sekarang, Wonie cepat bersiap. Kita harus berangkat, oke?" Jay kini mulai fokus memasang dasi ke kerah lehernya, sambil sesekali memperhatikan Jungwon yang tampak sedikit kesulitan kala memasang kaus kaki.

"Tapi Papa, es krim yang Papa bilang tadi, jadi, 'kan?"

O-ow, Jay terjebak. Selamatkan dia sekarang!

(NOT) Just Papa and Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang