(29) Ramen dan Hujan

1.1K 185 34
                                    

Rutinitas Jungwon setiap pulang sekolah terdiri dari beberapa opsi. Pertama, ikut ayahnya ke kantor. Kedua, dijemput oleh Nenek Shim dan menghabiskan waktu di rumah Keluarga Shim hingga ayahnya pulang bekerja. Ketiga, di oper ke mana pun, lah, entah itu ikut Om Sunghoon menjadi artis sesaat, atau ikut Om Jake melakukan pekerjaannya sebagai fotografer andal.

Biar masih bocah begini, Jungwon lumayan sibuk, yeorobun. Sibuk dioper-oper, maksudnya. Maklum, lah, Jungwon mana mau ditinggal sendiri di rumah. Jay juga tidak tega membiarkan anaknya sendirian, makanya mereka cocok. Oh, ada yang ketinggalan. Om Heeseung. Tetapi karena om-nya yang satu itu bekerja di tempat yang sama dengan sang ayah, anggap saja pilihan satu ini berada pada opsi yang sama dengan opsi pertama.

Hari ini, hujan deras membasahi bumi, tepat setelah Om Heeseung datang menjemputnya untuk membawa bocah itu ke kantor. Keluarga Shim sedang ada urusan ke luar kota, makanya Jungwon tidak memiliki tempat 'berteduh' lainnya selain kantor sang ayah. Sunghoon dan Jake juga sedang memiliki pekerjaan di luar negeri. Baru berangkat dua hari lalu. Ingat, bukan, kalau kedua om-nya Jungwon itu seringkali terlibat dalam pekerjaan yang sama?

Karena hujan, Jungwon jadi bosan. Padahal biasanya ia anteng-anteng saja menonton tayangan kartun favoritnya sambil bermain, entah itu menyusun lego atau puzzle. Namun, untuk hari ini Jungwon bosan. Benar-benar bosan. Camilannya habis dan ayahnya lupa membeli stok yang baru karena beberapa waktu terakhir, sang ayah begitu sibuk dengan pekerjaannya.

Setahu Jungwon sih, perusahaan ayahnya ini sedang mengeluarkan produk mainan terbaru. Wah, bocah itu bahkan sudah berbinar-binar sendiri membayangkan dirinya yang akan menjadi orang pertama yang memiliki mainan tersebut. Iya, walaupun Jungwon senang 'meminta' dibelikan mainan oleh para omnya, tetapi bocah itu juga paham kalau ayahnya memiliki perusahaan yang memproduksi barang kesukaannya itu.

Jungwon jadi sayang dengan ayahnya, deh! Kalau semisal ia minta supaya ayahnya membuat pabrik sosis, kira-kira mau tidak ya?

"Wonie?"

Mendengar namanya dipanggil, bocah yang sedang merebahkan tubuhnya di atas karpet bulu dengan malas itu, segera mendongak untuk menatap sang ayah. Mata bulatnya mengerjap dua kali, tetapi bibirnya terkatup. Enggak menyahut. Tenang-tenang, Jungwon tidak sedang merajuk seperti yang sudah-sudah, kok. Ia hanya sedang malas saja. Malas berbicara salah satunya.

Jay yang tidak mendapatkan sahutan dari sang anak, menghela napas panjang. Lelaki itu kemudian memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sementara, lalu beranjak menghampiri Jungwon yang berbaring malas di tempat mainnya. Ajaib, bocah itu malah mengulurkan kedua tangannya saat sang ayah mendekat. Kode minta digendong. Beruntungnya Jay peka.

Dengan agak kesulitan karena Jungwon memiliki tubuh yang lumayan gendats, tetapi dalam sekali percobaan, bocah itu sudah berada dalam gendongan ala koala. Jay kemudian membawanya duduk di sofa. Mengusap rambut anaknya yang lepek karena keringat. Padahal, ruangan kerjanya ini ber-AC dan di luar sedang hujan, lho. Jungwon juga sudah mengganti seragamnya menjadi kaus main santai yang memang selalu Jay sediakan di kantornya.

"Kok keringetan gini sih, Nak?" tanyanya yang tidak dibalas oleh Jungwon. Bocah itu merebahkan kepalanya di bahu sang ayah. Menghirup aroma parfum ayahnya yang begitu menenangkan. Sejak lahir, Jungwon hanya mengenal aroma tubuh ayahnya dan diam-diam, ia menjadikan aroma itu sebagai favoritnya.

Karena Jungwon tidak menjawab, Jay kemudian mencoba memeriksa suhu tubuh anaknya itu. Takutnya, Jungwon demam, tetapi saat ia merasa kalau suhunya normal, lelaki itu menghela napas lega. Mungkin putranya hanya sedang malas bergerak saja, pikirnya. "Wonie laper, nggak?" tanyanya kemudian. "Mau makan apa?"

"Sosis."

Jay mendengkus. Giliran begini saja cepat. Ia segera menggeleng. "Yang lain. Wonie baru tadi pagi makan sosis."

(NOT) Just Papa and Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang