(22) Izin=Please

1.6K 246 64
                                    

Sudah lebih dari lima kali setelah jam istirahat dimulai, Ni-Ki dan Sunoo bisa mendengar helaan napas berat dari Jungwon, entah apa yang dipikirkannya. Sudah seperti orang dewasa saja yang terlalu memikirkan perkara uang sampai stres sendiri dibuatnya.

Bekal yang dipesankan sang ayah dari katering langganan--Tante Rae Rim--hanya diaduk-aduk hingga tak berbentuk. Iya, omong-omong ayahnya memesankan nasi goreng dengan bakso dan potongan daging ayam serta sayuran sebagai pelengkap. Makanan yang ditata rapi dan cantik oleh sahabat ayahnya itu, kini sudah benar-benar berantakan. Mending kalau dimakan. Ini baru dua suap agaknya Sunoo lihat sahabatnya itu memakan bekalnya.

"Wonie kenapa, sih!?" Sunoo yang gemas, akhirnya memutuskan untuk bertanya. Bekal yang dibawakan ibunya disingkirkan sebentar ke pinggir. "Dari tadi, Onu liat Wonie hela napas terus. Memangnya Wonie mikirin apa?"

Jungwon yang diberikan pertanyaan, tidak langsung menjawab. Bocah tujuh tahun itu cemberut, lantas meraih botol minum miliknya. Kebanyakan menghela napas, ternyata bikin haus juga, ya.

"Iya ih, Wonie kenapa emangnya?" Ni-Ki yang sejak tadi asyik dengan makanannya, ikut-ikutan bertanya. Habisnya Jungwon ini. Ditanyai bukannya langsung menjawab, malah sempat-sempatnya minum dulu. Ni-Ki, kan, jadi gemas dibuatnya.

Selesai minum, Jungwon lagi-lagi menghela napas. "Wonie pusing, tau," ujarnya kemudian. Gayanya sudah benar-benar seperti orang dewasa. Mungkin karena kebanyakan bergaul dengan om-om, nih, makanya Jungwon jadi seperti ini.

Tidak, tidak. Bukan 'om-om' dengan maksud yang bertanda kutip--nakal, loh. Maksudnya teman-teman ayahnya, loh! Kan, namanya juga om-om, kan?

"Pusing kenapa emangnya?" Sunoo bertanya lagi. Kali ini dengan pipi menggembung karena baru saja menyuap makanannya dengan lahap. Masih lapar soalnya.

"Iya tau. Wonie kayak Papa aku, sukanya pusing-pusing terus. Tapi, kan, Papa aku pusingnya karena kerjaan. Terus, emangnya Wonie pusing kenapa?" Ni-Ki bertanya dengan raut bingung. "Pusing karena banyak PR, ya? Ni-Ki juga pusing, tau, kalo lagi banyak PR. Tapi, kan, sekarang kita lagi nggak ada--"

"Ni-Ki diem dulu!" Sunoo langsung berteriak, meminta sahabatnya yang paling kecil, tetapi memiliki tubuh yang lebih tinggi darinya itu untuk diam. Habisnya, Ni-Ki ini bagaimana. Yang ditanyai Jungwon, kenapa malah dia yang bercerita panjang lebar? Tidak apa-apa, sih, sebenarnya. Hanya saja, kalau Ni-Ki terus berbicara, kapan Jungwon menceritakan masalahnya?

"Iya, iya. Cerewet. Marah-marah mulu," sahut Ni-Ki sambil cemberut. Dia dan Sunoo memang suka bertengkar manja. Biasalah, namanya juga bocah.

Ni-Ki juga senang mengejek Sunoo, sementara Sunoo tipe yang ambekan, makanya mereka cocok. Cocok dalam urusan pergelutan, maksudnya. Kalau Jungwon beda lagi. Ia bisa berada di tim Ni-Ki, bisa juga di pihak Sunoo. Netral, lah, bahasanya. Intinya sih, sesuai mood anak Jay itu saja, lah.

"Wonie, ayo cepet cerita! Kenapa Wonie pusing!?" pinta Sunoo lagi.

Entah, deh, ini sudah kali ke berapa Jungwon menghela napas berat, Sunoo dan Ni-Ki sampai capek. Tidak mau menghitung lagi. Biarkan saja, lah, Jungwon mau menghela napas beberapa kali juga, mereka hanya perlu mendengarkan masalah sahabat mereka itu saja, bukan? Kalau bisa, keduanya akan membantu dengan senang hati. Akan tetapi, kalau misalnya tidak bisa, ya, hanya cukup mendengarkan saja sambil memberi semangat.

Jungwon memainkan kakinya di bawah meja. Omong-omong (lagi), mereka sedang berada di kantin, tetapi spot ini memang sengaja dibuat khusus anak-anak yang membawa bekal makanan dari rumah.

"Sebenarnya, Wonie pusing, nanti gimana caranya minta izin ke Papa?" ujar bocah gembul itu, sambil menunduk.

Dahi Sunoo dan Ni-Ki berkerut kompak. "Hm? Minta izin apa--oh, iya! Izin buat perkemahan itu, kan!?"

(NOT) Just Papa and Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang