(31) Mau Ketemu Papa

1.2K 164 20
                                    

Memang, kalau dilihat dari kacamata orang awam, tidak ada yang terjadi pada sosok Jay saat ini. Lelaki itu tampak seperti biasa saja, tetapi tidak dengan apa yang Heeseung lihat.

Lelaki yang sudah bersahabat dengan Jay selama belasan tahun itu jelas dapat menangkap bagaimana gerak-gerik sang sahabat yang terlihat gelisah, tidak nyaman dan agak tertekan. Keringat bahkan membasahi pelipis sahabatnya itu. Sepertinya memang benar, pikir Heeseung. Jay sedang tidak baik-baik saja sekarang.

"Jay, mending lu balik dulu, gih? Istirahat." Begitu yang Heeseung katakan setelah beberapa waktu menjadi penonton—melihat apa pun yang dilakukan oleh sahabatnya—dalam diam. "Jungwon biar gue aja yang jagain. Nanti agak sorean, bokap sama nyokap gue juga bakal ke sini."

Jay menoleh, membalas tatapan sahabat sekaligus sekretarisnya itu. "Nggak usah, Bang," tolaknya secara halus. "Mending lo aja yang balik."

Heeseung bedecak. "Jadi ceritanya lo ngusir?"

"Ya enggak, anjir." Jay ikut-ikutan berdecak. "Maksud gue, tuh, lo pulang aja sekalian ngurusin kerjaan."

Melihat bagaimana Jay yang memberikan cengiran setelahnya, membuat Heeseung mendengkus. Namun, jujur saja kalau dirinya merasa agak sedikit lega. Walaupun terlihat gelisah, tetapi sahabatnya itu kini lebih dewasa dalam menyikapi kegelisahannya itu. "Ya udah, deh. Sekalian juga gue mau kencan, hehehe."

Jay mencibir. "Tuh, kan. Coba bilang aja dari tadi kalo niatnya pengin kencan, tuh. Kan bisa pulang dari tadi, oneng banget sih lu, Bang?"

"Dih, ngatain." Heeseung mencibir. "Makanya, lo juga cari cewek, dong! Biar ada temen kencan."

Ayah satu anak itu langsung memberikan tatapan tajamnya kepada sang sahabat. "Ribet deh, lo, ah." Helaan napas panjang terdengar setelahnya.

Pada akhirnya, Heeseung benar-benar pulang. Ya, bagaimana ya? Habisnya si bos sudah memerintah untuk mengurusi pekerjaan yang terbengkalai, mau diapakan lagi? Toh, sore nanti pun ia dan kedua orang tuanya akan kembali lagi ke sini untuk menemani si duda satu anak itu, pikir Heeseung. Tak apalah.

Jay juga sudah berkali-kali mengatakan kalau dirinya baik-baik saja jika ditinggal sendirian mengurusi Jungwon. "Kayak nggak pernah, aja. Lo pikir selama ini yang ngurusin anak gue siapa, woy!?" Begitu kata si bapak dua.

Namun, Heeseung dengan kecepatan cahaya langsung menyeletuk, "Gue, Jake, Tante Shim, Sunghoon. Siapa lagi, ya?"

Kalau saja Heeseung ini bukan sahabatnya. Sudah dipastikan agaknya Jay yang bersumbu pendek ini tak akan segan untuk menganiaya-nya. Untung ayah satu anak itu masih eling, masih ingat dosa.

Omong-omong soal Jungwon, anak itu banyak tertidur selama di rumah sakit. Energinya benar-benar berkurang drastis sampai Jay sendiri tak tega melihat putranya yang tampak lemas tak berdaya seperti itu. Padahal, dokter bilang kalau kondisi bocah itu berangsur-angsur membaik setiap harinya. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiran bocah itu hingga mempengaruhi kondisinya.

Karena mengantuk dan tidak memiliki teman untuk diajak berbicara, Jay tertidur di sofa, satu jam setelah Heeseung pulang. Jujur, lelaki itu kelelahan. Baik tubuh maupun pikirannya. Akan tetapi, sebagai seorang single parent, membuat Jay mau tak mau harus berusaha untuk tetap kuat dan bertahan apa pun posisinya. Ya, habisnya mau bagaimana lagi? Kalau bukan dia, siapa lagi yang akan diandalkan oleh putranya nanti?

Saat bangun, hari sudah mulai gelap. Artinya, cukup lama ia tertidur di sofa yang tak jauh dari posisi brankar yang putra. Ada kali, tiga sampai empat jam. Lumayan. Setidaknya energinya sedikit bertambah. Namun, Jay baru saja menyadari kalau ternyata sang putra tampak terjaga.

(NOT) Just Papa and Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang