(1) Es Krim

7.5K 558 44
                                    

"Jungwonie!"

Lelaki berusia 25 tahun itu hanya dapat menghela napas panjang, sembari memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. Di hadapannya sendiri, berdiri sosok bocah dengan wajah menyebalkan, sedang memegang satu cup es krim di depan lemari pendingin yang terbuka. Pipi tembamnya penuh dengan bekas es krim stroberi berwarna merah muda yang dibeli kemarin.

"Hehe, selamat pagi Papa!" Bocah yang dipanggil 'Jungwonie' tadi, memberikan cengiran manisnya kepada sang ayah. Dengan cepat, tangannya menyembunyikan cup es krim ke balik tubuh, lantas menutup lemari pendingin agar tidak dimarahi sang ayah.

"Jungwonie ...."

"No, no!" Bocah itu berlari kecil menghindari sang ayah. Dia tidak mempedulikan bekas cup es krim yang ada di atas meja makan, begitu pula dengan isinya. "Papa belum jawab ucapan selamat pagi dari Wonie."

Sang ayah mencoba sabar. Ia menyunggingkan senyum cukup lebar, kemudian berujar tabah. "Selamat pagi Wonie, kesayangannya Papa." Senyum di wajah lelaki itu masih terlihat, membuat bocah yang seringkali menyebut dirinya sebagai 'Wonie' itu tertawa kecil---tidak merasa bersalah sama sekali.

"Simpan lagi es kirimnya ke dalam kulkas!" titah sang ayah dengan suara lembut, tetapi tegas.

Park Jungwon--bocah berusia tujuh tahun itu melirik ke sekeliling, lalu berujar dengan wajah pura-pura tidak tahu. "Es krim?" tanyanya. "Sudah Wonie habiskan, Papa. Itu bekasnya." Jari telunjuk mungilnya ia arahkan ke atas meja, lantas kembali memberikan cengiran terbaiknya.

"Simpan lagi es krimnya, Wonie. Papa tahu kamu nyembunyiin es krim di balik badanmu." Sang ayah ternyata tidak mau berkompromi.

"Tapi Wonie--"

"Ini masih pagi, Jungwonie. Ayo cepat kembalikan es krimnya!"

"Yah ... Papa pelit!" Jungwon melempar cup es krim di tangannya begitu saja ke lantai. Beruntung es krim itu tidak tumpah, tetapi hal itu berhasil membuat sang ayah nyaris saja melepaskan amarahnya.

Astaga! Lelaki itu menghela napas panjang seraya mengusak rambutnya karena frustrasi. Dia bergerak memungut cup es krim di lantai tadi untuk dikembalikan ke dalam lemari pendingin. Melirik jam dinding yang tergantung apik tak jauh dari pintu dapur, lantas mengembuskan napas kuat-kuat. "Untung anak gue," ujarnya mencoba tabah.

"Jungwonie cepat mandi dan bersiap!" pekik lelaki itu kemudian, seraya membereskan meja makan yang terkena ceceran es krim yang mencair. Setelahnya, ia harus menyiapkan sarapan untuk sang putra dan juga dirinya sendiri.

Sementara itu, tanpa ia sadari jika sang putra rupanya tengah merajuk. Jungwon membenamkan wajahnya di atas bantal dalam posisi menelungkup. Sesekali bocah itu menggumam, 'papa pelit!' lengkap dengan air mata yang keluar begitu saja. Dia bahkan lupa jika wajahnya tadi penuh dengan celemotan es krim. Haah, itu pasti akan menjadi pekerjaan tambahan bagi ayahnya--mengganti sarung bantal dan bahkan seprainya sekaligus.

Selang setengah jam kemudian, Park Jongseong--ayah dari Jungwon--atau yang lebih akrab dengan nama Jay Park itu, menatap puas meja makan. Ada dua porsi nasi goreng dengan telur ceplok di masing-masing piring dan beberapa potong sosis goreng di piring lainnya. Ia menyempatkan diri melepas apron, lantas segera melangkah menuju kamar putranya. Ya, sebab dari tadi dia belum juga melihat putranya keluar kamar--tentunya setelah adegan 'makan es krim di pagi buta' seperti tadi.

Namun, baru saja ia membuka pintu kamarnya--yang secara tidak langsung juga merupakan kamar sang putra, lelaki itu praktis menghela napas panjang saat mendapati Jungwon malah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Suara sesenggukan pun terdengar membuat hatinya sedikit tersentil.

(NOT) Just Papa and Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang