Bayu melangkah gontai menuju ruang prodi Pendidikan Matematika. Sudah satu minggu berlalu sejak peristiwa naas itu. Meski batin masih berduka, ia harus tetap melanjutkan hidup.
Berbeda dengan Ratna yang mendapat keringanan dari Gian, berupa cuti panjang, Bayu harus tetap menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik di perguruan tinggi. Ia tidak mungkin meminta pihak kampus untuk terus-menerus memaklumi situasinya, meskipun sejujurnya Bayu masih khawatir meninggalkan Ratna seorang diri di rumah.
Ratna masih sering melamun lalu menangis sendiri. Bayu sampai kehabisan cara untuk mengembalikan senyum di wajah istrinya. Pagi ini, ia bahkan menitip pesan pada tetangga sebelah untuk memberi kabar jika melihat Ratna pergi keluar rumah.
Bayu membuka pintu ruang prodi dan daun pintu otomatis berayun menutup lagi setelah ia melewatinya. Di dalam ruangan, ada Della dan Anita sedang bercakap-cakap. Di ruang kaca khusus Kaprodi, ada Pak Jatmiko sedang duduk di balik meja. Pagi hari begini memang belum banyak dosen yang datang. Hanya mereka yang punya jadwal mengajar jam tujuh saja yang sudah hadir.
Tatapan Della mengikuti gerakan Bayu. Sejak pria itu berjalan melewati pintu, mengitari meja panjang di tengah ruangan, lalu duduk di belakang meja kerja. Della menyudahi obrolannya dengan Anita kemudian berjalan menuju mejanya sendiri. Setelah mengambil sebuah bungkusan, ia pun menghampiri Bayu.
"Mas Bayu, aku turut berduka cita. Semoga Mas Bayu diberi ketabahan," ucap Della. Bayu mengangguk. Della mengamati paras lelaki itu. Meski masih tetap menawan, tapi jika diperhatikan dengan seksama, tidak ada binar semangat yang terpancar dari wajah Bayu. Bahkan ada lingkaran hitam samar-samar di bawah mata.
Hati Della mencelus. Melihat pria yang ia cintai bersedih, ia pun ingin memberi penghiburan. Della seraya meletakkan sekotak pie susu di atas meja Bayu. "Ini sedikit oleh-oleh. Teman-teman yang lain sudah dapat semua."
Bayu memandang meja rekan-rekan kerjanya. Ada sekotak pie susu di setiap meja. Della baru saja pulang dari Bali guna mengikuti seminar internasional di Universitas Udayana. Itulah sebabnya Della baru sempat mengucapkan belasungkawa hari ini.
"Makasih, Del, untuk ungkapan belasungkawa dan oleh-olehnya."
"Istri Mas Bayu gimana?"
"Masih di rumah. Pemulihan fisik dan psikis. Ratna masih terpukul. Kamu tahu kan, aku dan Ratna sudah lama menantikan anak."
"Semoga semuanya cepat membaik, Mas."
"Amin."
Bayu memeriksa tumpukan skripsi di mejanya. Beberapa sudah disertai surat tugas penguji dan beberapa masih berupa draft bab 1 sampai 3. Di tumpukan teratas, terdapat skripsi milik Yasmin. Bayu membukanya, membacanya sekilas dan dengan cepat mengetahui bahwa mahasiswi itu masih belum memperbaiki konseptual framework sesuai arahannya.
"Oya, Mas. Untuk penelitian pengabdian masyarakat, Mas Bayu mau ngajuin nggak?" tanya Della. Wanita itu sudah duduk di kursi di depan meja Bayu.
Saking pusingnya membaca skripsi Jasmin, Bayu sampai melupakan keberadaan Della. "Belum tahu, Del. Kapan deadline proposalnya?"
"Senin depan."
Waktunya terlalu mepet. Dengan kondisi pikiran ruwet seperti ini, Bayu ragu ia bisa menyusun proposal yang baik. Lagipula, ia pun belum menghubungi pihak mana pun yang bisa dijadikan tempat melakukan pengabdian masyarakat.
"Tinggal tiga hari lagi ya. Aku malah lupa sama sekali. Mungkin aku skip dulu. Belum kepikiran apa pun."
"Hmmm, aku udah bikin proposal sih," beritahu Della. "Mas Bayu mau join?" tawarnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sisimu
RomanceSekuel Tiga Sisi Warning: Baca ini jangan ngamuk, karena bab sudah tidak lengkap. Perjalanan rumah tangga tidak mungkin tanpa ujian. Apa yang kita lakukan di masa lalu, akan kita tuai akibatnya di masa depan. Lima tahun menikah dengan Bayu, Ratna...