Sisi 29

3.3K 502 62
                                    

Konsentrasi Bayu pada pekerjaan di laptop sedikit teralihkan karena perutnya berbunyi. Ia melirik penanda waktu di sudut kiri bawah layar laptop. Pantas saja ia merasa lapar. Sekarang sudah pukul delapan malam dan ia belum makan apa pun sejak pulang dari kantor petang tadi. Yang artinya, Ratna juga belum makan.

Luka akibat operasi caesar masih terasa nyeri dan membuat istrinya sulit beraktivitas, apalagi memasak. Yang Ratna lakukan untuk mengisi hari hanya duduk atau berbaring dan membaca buku.

Bayu mengeklik ikon save dan mengatur laptopnya dalam mode sleep. Ia masih harus merevisi rencana anggaran penelitian pengabdian masyarakat yang disusun Della, sebelum diserahkan pada pihak LPPM kampus Senin depan. Bayu berdiri lalu keluar dari kamar untuk mencari istrinya. 

Di tengah temaram cahaya lampu ruang televisi, Ratna duduk di sofa sambil menonton video di ponsel. Bayu melangkah mendekat dan hatinya mencelus saat melihat video yang sedang disaksikan istrinya. Sebuah video edukasi di YouTube tentang perkembangan janin dalam kandungan.

"Na..."

Ratna menekan tanda pause dan mendongak. "Hei, udah selesai kerjaanmu?" tanya Ratna lirih.

"Nanti dilanjut lagi. Kamu nonton apa?" Bayu duduk di sebelah Ratna.

"Video bayi," jawab Ratna. Ia tahu seharusnya dirinya menghindari hal-hal yang berhubungan dengan bayi, agar tidak terus-menerus teringat pada Yuna. Namun, sebagian dari dirinya masih tak ingin melepaskan luka itu dan justru ingin menjadikannya abadi.

"Ternyata di usia 24 minggu, wajah janin sudah terbentuk sempurna. Makanya, kamu bisa bilang Yuna mirip aku. Paru-parunya juga sudah bercabang dan membentuk alveolus atau kantung udara." Ratna menjeda penjelasannya.  "Seharusnya Yuna bisa bernapas, seandainya saja aku nggak kecelakaan," sambungnya sendu. Ada setitik air mata yang menetes dari pelupuk mata dan Ratna cepat-cepat menyekanya.

"Ssst... jangan nangis lagi," ucap Bayu. Ia merangkul bahu Ratna, mengusap-usap lembut lengan istrinya. "Ikhlaskan Yuna."

"Iya, maaf. Aku butuh waktu."

Bagi Ratna, kenangan tentang Yuna itu seperti dua sisi mata uang. Kesedihan dan kebahagiaan menempel pada sisi yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan.

"Ada aku di sisimu. Kamu bisa mengandalkan aku."

Ratna tahu Bayu akan selalu ada di sampingnya, walaupun mungkin duka yang Bayu rasakan tidak sebesar rasa kehilangan yang mendera Ratna. Yuna tumbuh di dalam rahimnya, menjadi bagian dari tubuhnya selama 24 minggu. Bayu tidak tahu betapa hampanya jiwa Ratna ketika terbangun di tengah malam dan menyadari tidak ada lagi gerakan menendang dari dalam perutnya.

Ratna menyandarkan kepala di bahu Bayu.   Mereka lalu diam, menikmati hening seraya berbagi kehangatan tubuh yang saling menempel.

Setelah beberapa saat, Ratna kembali bersuara. "Bay, seandainya dalam kecelakaan kemarin itu hanya salah satu antara aku dan Yuna yang bisa diselamatkan, siapa yang kamu pilih?"

"Tuhan tahu aku nggak akan bisa memilih salah satu di antara kalian. Karena itu, Tuhan yang membuat keputusan," jawab Bayu. "Percaya saja bahwa yang terjadi itu yang terbaik bagi kita."

"Aku takut aku nggak bisa hamil lagi." Ratna akhirnya mengungkapkan ketakutannya. Bagaimana jika takdir menggariskannya menjadi mandul?

"Kenapa kamu selalu saja berpikir buruk?"  Kebiasaan Ratna yang satu ini kerap membuat Bayu kesal. Dalam situasi mereka sekarang, menduga-duga hal yang buruk tentang masa depan sama sekali tidak membantu.

"Seharusnya kita berpikir optimis," lanjut Bayu dengan tetap menjaga nada suara agar tidak meninggi.

"Dikasih satu aja, aku nggak bisa jagain. Apa Yang Maha Kuasa masih mau memberi kepercayaan lagi padaku?"

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang