Sisi 4

7.7K 559 125
                                    

Ratna mengencangkan simpul dasi suaminya dan menepis debu tak kasat mata dari bahu jas Bayu. Setelah memastikan penampilan pria itu sempurna, Ratna pun tersenyum puas. "Aku suka banget lihat kamu pakai jas," ucapnya, seraya mengalungkan lengan ke leher sang suami.

"Kenapa? Ganteng banget ya?"

"Memang," aku Ratna jujur. "The best of you." Wanita itu menggesekkan hidung pada rahang Bayu, menghidu wangi segar yang menguar dari tubuh sang suami. Lalu, kecupan kecil ia hadiahkan di leher lelakinya.

"Lebih suka lihat aku pake jas atau telanjang?" goda Bayu.

Ratna sontak menjauhkan wajah, tangannya mendorong dada Bayu. "Ish, kalau ngobrol sama kamu arahnya jadi ke sana terus. Otakmu kapan lurusnya, sih?"

Senyum miring Bayu terlihat menyebalkan. "Kalau lagi sama kamu, yang jadi lurus bukan otak, Na, tapi yang di bawah." Lelaki itu tanpa malu menarik sebelah tangan Ratna dan menyentuhkannya ke bagian depan celana. "Yang ini, lho."

"Kamu kayaknya perlu dirukyah, ya. Kerasukan jin mesum." Ratna menarik lepas tangannya, tetapi bibirnya tetap mengulas senyum.

"Makanya, pagi-pagi jangan godain suami. Pakai cium-cium leher segala."

"Ya udah, aku godain Raja aja nanti di kantor," balas Ratna enteng, tahu bahwa suaminya pasti tidak suka jika ia berakrab-akrab dengan pemuda itu. "Raja bilang mau ngajak aku kolab di channel YouTube-nya."

"Awas, ya! Jangan macem-macem kamu. Nggak ada kolab-kolab segala. Jaga jarak dari Raja, minimal tiga meter, eh, nggak, lima meter." Bayu mengancam meski tak sepenuh hati. Ia tahu Ratna tidak mungkin berselingkuh. Namun, jika memikirkan Raja pernah menaruh hati pada istrinya, sedikit banyak tetap membuat Bayu waspada. Bagaimana jika ternyata Raja masih menyimpan rasa cinta untuk Ratna? Dalamnya samudera bisa diukur, tapi dalamnya hati, siapa yang tahu? Benar, bukan?

"Jauh banget. Sekalian aja aku ngobrol sama Raja pake telepon kaleng," sahut Ratna sambil bergerak menjauh. Memeriksa kelengkapan tas kerja suaminya yang masih tergeletak di atas kasur.

"Raja masih suka tebar pesona sama cewek-cewek?"

"Dia itu bukan tebar pesona, tapi cewek-cewek aja yang ngerumunin dia terus."

"Sok kecakepan."

"Dih, masih sensi aja kalau soal Raja."

"Namanya juga mantan rival."  Bayu mematut diri di depan cermin untuk terakhir kalinya. "Hari ini mau masak apa?" tanyanya.

"Ada ikan peda. Nanti malam mau dimasak pakai santan. Kalau buat siang, mau aku tumis aja pakai cabe sama pete. Kamu mau?  Eh, tapi kamu udah dapat makan di acara Dies Natalis, ya."

"Mau, dong. Bawain ke kantor, ya." Bayu memang lemah kalau sudah ditawari pete, apalagi yang dimasak sang istri. Pete dan bokong Ratna adalah dua kelemahannya. Melalui pantulan cermin, Bayu melihat Ratna mengangguk. "Aku berangkat dulu," pamitnya. Bayu memutar tubuh, dan meminta tas kerjanya. "Oya, besok itu Papa Mama jadi ke sini. Naik kereta."

"Oke," angguk Ratna.

***

Rangkaian acara Dies Natalis Universitas Putra Harapan dimulai dengan pidato Rektor. Semua dosen dan karyawan diminta hadir di auditorium dengan setelan resmi. Bayu berjalan memasuki auditorium bersama dengan Anton, rekan dosen yang paling akrab dengannya.

"Bu Della tuh," ujar Anton sambil menyenggol lengan Bayu. "Kita masuk bareng dia aja. Lumayan bisa duduk di sebelah cewek cantik. Biar nggak ngantuk."

Bayu mendengus. "Ingat, kemarin baru aja ngelamar anak orang."

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang