Sisi 9

5.4K 527 78
                                    

Ruang tunggu itu tidak serba putih, merah jambu yang dipadukan dengan warna pastel seharusnya mampu menimbulkan rasa nyaman bagi para pasien. Namun, alih-alih nyaman dan tenang, Ratna justru didera gugup tanpa henti.

Di dekat tempatnya duduk, ada pasangan muda yang asyik dengan gadget masing-masing. Ratna memperhatikan perut si wanita sedikit membuncit. Mungkin sedang hamil empat bulan, tebaknya. Beberapa pasangan pasien memang sedang mengandung, terlihat jelas dari perut mereka yang bulat besar. Namun, ada juga pasangan di mana sang wanita masih berperut rata sepertinya.

Bidan yang merangkap petugas administrasi memanggil namanya, "Ibu Ratna Anjani."

Ratna menarik napas panjang sebagai upaya menenangkan degup jantung yang mendadak berubah cepat, lalu berdiri. Bayu menggandeng tangannya dan meremas kecil, seolah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Dokter Indira Syifa, Sp. OG (K. Fer)  menyambut mereka dengan senyum ramah. Perempuan berusia lima puluh tahun itu dikenal sudah banyak membantu pasangan suami istri yang kesulitan mendapat keturunan.

Dokter Indira menanyakan beberapa pertanyaan pembuka untuk mengetahui riwayat kesehatan Ratna. Lalu sang dokter mulai menelisik tentang pola menstruasi Ratna. "Menstruasi tiga bulan terakhir, tanggal berapa saja?" tanyanya.

Ratna menyebutkan tanggal-tanggal menstruasi hari pertama tiga bulan terakhir. Dokter Indira mengangguk. "Kalau dilihat polanya, sekarang ini seharusnya sedang ovulasi. Coba kita lihat dengan USG transvaginal. Silakan, Mbak."

Seorang bidan membantu Ratna duduk di atas kursi khusus untuk USG transvaginal. Untunglah dokter yang dipilih perempuan, Ratna tidak bisa membayangkan betapa malu dirinya jika harus melepas celana dalam dan mengangkang di depan seorang dokter lelaki. Bayu juga bisa cemburu parah.

Dokter Indira melihat pada layar monitor. "Kondisi rahim baik. Tidak ada kista atau miom." Dokter wanita itu menjeda, melihat lebih cermat pada layar. "Hanya saja, ukuran sel telur yang sedikit bermasalah di sini."

"Kenapa, Dok?" tanya Ratna cemas.

"Belum mencapai diameter minimal untuk bisa dibuahi. Tapi ini cuma kurang sedikit, Mbak. Bisa dibantu dengan obat. Tidak perlu terlalu cemas."

Sang dokter berjalan ke meja kerjanya, sementara Ratna merapikan kembali pakaiannya. Bayu mengusap punggung istrinya, memberi semangat.

"Sebisa mungkin, perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, lalu protein hewani. Daging merah, ikan laut, telur, itu sumber protein yang bagus," ujar Dokter Indira seraya menuliskan resep. "Jika belum hamil, bulan depan datang lagi saat menstruasi hari kedua, ya," pesannya.

"Untuk saya, apakah ada treatment, Dok?" Tak ingin terkesan menimpakan seluruh beban pada sang istri, Bayu berinisiatif bertanya. Baginya, tak masalah jika dirinya pun harus menjalani terapi.

"Untuk sementara belum. Cukup puasa seksual beberapa hari menjelang masa subur. Gunanya untuk memastikan jumlah sperma mencukupi ketika berhubungan di masa subur." Dokter Indira menyobek kertas resep dan mengulurkan pada Bayu. "Dengan doa dan keyakinan, insyaallah pasti bisa hamil, Mbak, Mas."

***

Cantik, rambut panjang, smart, seksi, pintar masak.

Della mengingat kriteria itu di luar kepala. Cantik, seksi, rambut panjang... ketiga syarat itu sudah ia penuhi. Smart? Della yakin kemampuan akademisnya boleh diadu. Pintar memasak? Nah, itu satu hal yang perlu ia tunjukkan pada Bayu.

Maka hari ini Della mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk membuat sosis bakar yang super lezat. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sosisnya pun ia buat sendiri. Homemade dari daging sapi pilihan. Ikan peda tumis pete yang pernah dibawakan Ratna untuk makan siang Bayu pasti kalah telak dengan sosis bakar ini.

Della membungkus hasil masakannya dalam plastik-plastik mika dan membawanya ke kantor. Tidak mungkin ia hanya memasak untuk Bayu. Itu terlalu kentara. Mau tak mau, Della harus menyiapkan sejumlah rekan kerjanya di Prodi Matematika.

"Wuih, apaan tu, Bu Della?" tanya Anton begitu melihat kantong plastik besar yang dibawa Della.

"Saya iseng-iseng coba bikin sosis bakar homemade, Pak," jawab wanita cantik itu. Segera saja, rekan-rekan dosen mengerubunginya. Siapa yang bisa menolak rezeki makanan gratis?

"Mas, dicicipi, ya. Udah lama aku nggak masak, jadi kaku." Della menghampiri Bayu yang masih mengetik di laptop sambil membawakan sebungkus plastik mika berisi tiga tusuk sosis bakar yang sudah diolesi saus sambal dan mayonaise.

"Makasih, Del," ucap Bayu.

Para dosen menikmati sosis bakar sambil bercengkrama di sekeliling meja panjang. Semuanya memuji hasil kreasi Della, beberapa dosen wanita bahkan mulai mengorek resep rahasianya. Wajah cantik Della semakin berseri-seri.

"Bay, lihat Bu Della makan sosis, kenapa aku jadi bayangin dia lagi blow job ya? Bibirnya itu sensual banget," bisik Anton yang sudah menggeser kursi berodanya ke dekat meja Bayu.

"Sinting," komentar Bayu sambil mendelik. Tatapannya otomatis tertuju pada Della yang sedang memasukkan sosis ke dalam mulut, menggigitnya, lalu menjilat bibir yang sedikit belepotan saus. Sial, Anton benar. Mendadak Bayu merasa gerah. Bukan karena membayangkan Della melakukan oral seks, tetapi karena teringat service yang sama yang diberikan istrinya saat terakhir mereka bercinta.

Oh, Bayu jadi ingin cepat pulang. Hari ini adalah masa subur Ratna. Malam nanti, Bayu akan memastikan spermanya berenang gesit menuju sel telur istrinya. "Buruan nikah sana. Keseringan coli, otakmu jadi eror," bisik Bayu pada Anton.

"Iya, iya ...yang udah punya istri. Tuh, baru juga diomongin, udah datang aja."

"Siapa?" Bayu mendongak dan seketika paham apa yang dimaksud Anton. Ratna baru saja melangkah memasuki ruangan.

"Ah, Miss Ratna. Bawain makan siang buat Pak Bayu ya?" sapa Anita.

Seperti biasa Ratna balas menyapa rekan-rekan kerja suaminya, sebelum mendekat ke tempat Bayu duduk. "Kok nggak bilang kalau mau ke sini?" sambut Bayu.

"Biar surprise aja." Ratna mengeluarkan tiga kotak Tupperware dari dalam goodie bag beserta sendok garpu lalu menatanya di meja Bayu.

"Masak apa, Miss?" tanya Anita.

"Cuma urap sayuran dan tempe goreng." Ratna mengaduk bumbu kelapa dengan sayuran. "Aku udah banyakin tauge-nya, nih," kedipnya pada sang suami. Pesan tak langsung bahwa menu kali ini sengaja dibuat  untuk mendukung misi pembuahan nanti malam.

"Bu Della juga bawa makanan nih. Sosis bakar," timpal Anton. 

Della melihat kesempatan untuk menyombongkan diri. Kontan ia menyahut, "Iya, Mbak. Sosisnya aku giling sendiri lho." Senyumnya terkembang lebar. Ia ingin menertawakan masakan yang dibawa Ratna. Urap sayuran dan tempe goreng? Kampungan sekali. Sosis bakar buatannya jelas lebih unggul seratus poin.

"Wah, pasti enak, tuh," puji Ratna sambil mengagumi sosis bakar yang masih terbungkus mika di meja Bayu. "Aku juga pernah coba bikin sosis ayam campur udang, tapi percobaan pertama belum terlalu berhasil. Kapan-kapan aku minta resepnya Mbak Della, ya."

Della mengangguk enggan seraya mendecih dalam hati. Tukar dengan suamimu, mau?

"Aku langsung ke PE, ya," pamit Ratna pada Bayu.  "Hari ini aku tukar jadwal sama Yuke. Dia ngajar GE, aku disuruh ngajar EC."

Ratna mencangklong tas dan bergegas pergi. Wanita itu benar-benar tidak sempat menunggui suaminya makan siang. Namun, sebagai gantinya, mereka berdua sepakat untuk sudah berada di rumah pukul lima sore.

Della mencuri pandang ke arah Bayu. Tampak lelaki itu meraih sosis bakar dan menggigit satu kali. Tanpa sadar Della mengulas senyum kemenangan. Tentu saja Bayu lebih memilih sosis yang lezat ketimbang tempe goreng.

Namun, sore hari saat hendak pulang, Della terkejut mendapati sosis buatannya ternyata hanya dimakan sedikit oleh Bayu. Bahkan dua buah sosis masih utuh tak tersentuh, sementara kotak-kotak Tupperware yang dibawakan Ratna sudah ringan karena kosong.

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang