Sisi 33

3.8K 547 58
                                    

"Mbak Ratna masih belum makan? Nasi goreng buatanku nggak enak ya?"

Ratna tersadar dari lamunannya setelah mendengar pertanyaan Gita. Adik iparnya itu datang menginap tadi malam. Ratna curiga, Bayu menyuruh Gita untuk menemaninya karena Bayu pergi sampai sore.

Gita sekarang sudah lumayan cakap dalam menguasai life skill seperti memasak dan pagi ini ia unjuk kebolehan dengan memasak nasi goreng plus telur dadar gulung. Bayu bilang rasanya oke, tetapi Ratna sama sekali belum mencicipinya. Ia tidak berselera makan.

"Bukan gitu. Aku cuma belum kepengin makan."

"Sekarang udah jam sepuluh dan Mbak Ratna belum sarapan," sergah Gita. Ditelisiknya wajah Ratna yang kini lebih tirus dan tanpa polesan make up. Padahal dulu, paling tidak, lipstik dan bedak selalu dikenakan Ratna.

"Aku panasin lagi ya, Mbak?" Gita masih mencoba membujuk Ratna untuk makan, tetapi Ratna menggeleng.

Lelah membujuk, Gita pun duduk di samping Ratna yang sedang menonton televisi. Dulu, Ratna selalu punya kesibukan. Entah itu mencoba resep baru, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, atau menyiapkan media pengajaran. Sekarang hanya tiga aktivitas yang digemari Ratna: menonton film, melamun, dan menangis.

Deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah menandakan ada tamu yang bertandang. Gita berdiri dan menghampiri jendela. "Mbak Adisti datang, Mbak," katanya pada Ratna setelah melihat sosok yang turun dari mobil. Gita membukakan pintu sebelum Adisti mengetuk.

"Git, Ratna ada?" tanya Adisti.

"Ada," jawab Gita bersamaan dengan munculnya Ratna dari ruang tengah. Wanita itu menyalami Adisti dengan cipika-cipiki.

"Mbak Adisti sendirian?" Ratna menjulurkan leher melewati bahu Adisti, mencari keberadaan Gian atau si kembar.

"Ya. Hari ini Ibu datang ke rumah, jadi aku bisa pergi. Mumpung hari Minggu, anak-anak sama Eyangnya.  Bayu di mana?"

"Bayu sedang pergi. Nge-gym."

Adisti mengangguk dan melenggang ke ruang tengah. "Kamu sedang sibuk, Rat?"

"Nggak, Mbak. Malah sedang gabut."

"Ikut aku, yuk."

"Ke mana?"

"Ke klinik kecantikan. Kita facial."

Ratna tercengang, seolah apa yang diucapkan Adisti adalah hal yang aneh. "Buat apa, Mbak?"

Adisti bertukar pandang dengan Gita, berbicara melalui sorot mata, lalu Gita menggeleng dan menghilang ke dapur. Adisti mendekati Ratna dan merangkul bahunya. "Kapan terakhir kali kamu benar-benar memperhatikan dirimu sendiri, Rat?"

Ratna mengangkat alis, bingung. Adisti berdecak, prihatin.

Ada sebuah cermin berbingkai ukiran kayu jati di sebelah televisi. Adisti menuntun Ratna ke sana. "Lihat, kulit wajahmu kusam."

Ratna mencermati pantulan wajahnya. Muncul komedo-komedo kecil di hidung, tone wajahnya juga tidak secerah biasanya.  "Iya ya, Mbak. Kayaknya gara-gara aku sering lupa pakai skincare sekarang."

"Makanya, ayo kita perawatan hari ini. Jangan biarkan sel-sel kulit mati kelamaan nempel di wajah."

Ratna menggeleng. "Mbak Adisti saja, sama Gita. Aku enggak."

"Lho, kok gitu?"

"Aku kan masih berkabung, Mbak. Nggak pantas kalau aku malah jalan-jalan ke luar, seneng-seneng," terang Ratna. Ia kembali duduk di depan televisi.

Gita muncul dari pintu dapur dengan segelas minuman dingin untuk Adisti. "Mending Mbak Ratna diajak makan di luar aja, Mbak. Dia belum makan apa-apa dari tadi."

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang