Warning. It's adult romance. So, mesumnya Bayu nggak akan nanggung-nanggung di sini. Dan, Ratna pun nggak sepolos dulu lagi ya. Hahaha.
========
Bayu mencengkeram erat pinggul Ratna, mendongakkan kepala hingga menyentuh sandaran sofa saat puncak itu semakin dekat. Erangan parau disusul engah napas tak kuasa ia tahan ketika pelepasannya tiba. Di pangkuannya, tubuh sang istri pun lunglai, terkapah-kapah setelah gelombang orgasme menerpa.
Perlahan Bayu melepas penyatuan mereka dan merebahkan tubuh, membawa Ratna dalam pelukan, berhimpitan di atas sofa. "Gimana?" tanyanya setelah irama napas mereka berangsur normal.
"Apanya yang gimana?" Pertanyaan Bayu dijawab Ratna dengan kalimat tanya pula.
"Yang barusan."
Ratna tersenyum kecil, masih setengah tak percaya ia baru saja bercinta di ruang tengah. Bantal-bantal sofa dilempar ke lantai begitu saja, demikian juga dengan pakaian mereka yang berserakan di sana-sini. "Enak," jawabnya malu-malu, sambil menarikan telunjuk membentuk pola abstrak di dada telanjang Bayu. Fifi benar, suasana baru dalam bercinta bisa menghadirkan sensasi kepuasan yang berbeda. "Tapi ada nggak enaknya juga. Aku nggak bisa lihat wajahmu kalau posisinya kayak tadi."
Sesuai dengan ide Bayu, mereka bercinta dengan Ratna duduk di pangkuan dalam posisi memunggungi pria itu. Membuat Bayu hanya bisa menciumi punggung mulus istrinya, meskipun kedua tangannya tetap bebas merangsang titik-titik sensitif di tubuh Ratna.
"Aku juga nggak bisa lihat wajahmu, padahal kamu cantik banget kalau sedang orgasme."
"Apaan sih. Mesum."
Bayu menangkap tangan Ratna yang masih bergerilya di dadanya lalu membawanya ke bibir, mengecup kecil telapak tangan itu. "Aku cuma mesum sama kamu kok."
Ratna mencibir. "Alah, kalau lihat cewek susunya gede, palingan kamu mikir ngeres juga. Hayo, ngaku!"
"Nggak tahu." Bayu mengangkat bahu. "Cewek yang pamer susu di depan aku ya cuma kamu."
Ratna sontak bangkit, menumpukan setengah tubuh pada tangan. "Ih, enak aja," sahutnya tidak terima. "Kapan aku pamer susu, coba?"
"Waktu kita mandi bareng," jawab Bayu. Lalu ia memandang istrinya dan menyungingkan senyum nakal. "Sekarang juga kamu lagi pamer susu." Ia meremas lembut payudara istrinya, telunjuk dan ibu jari memilin puting merah muda hingga mengeras.
"Bayu...," desah Ratna pasrah saat tangan Bayu berpindah ke tengkuknya dan kepalanya dibimbing merunduk, lalu bibir Ratna dengan sukarela menemui bibir sang separuh jiwa.
***
"Na, kaus kakiku yang abu-abu di mana?"
Ratna meletakkan lip cream ke meja rias dan mencecapkan bibir. Dari cermin rias di depannya, ia bisa melihat punggung Bayu yang dibungkus kemeja batik bernuansa abu-abu, membungkuk. Lelaki itu sedang mengaduk-aduk laci lemari pakaian.
"Di laci bagian kaus kaki, masa nggak ada?" Ratna berkata tanpa menghadap ke arah suaminya dan memilih untuk memulas blush on.
"Nggak ada."
Ratna mengembuskan napas. Urusan menyimpan dan mencari barang memang jangan diserahkan pada lelaki. Mereka tidak akan ingat letak benda-benda remeh, seperti dasi atau kaus kaki. Ratna akhirnya bangkit dari kursi rias, meminta Bayu menepi dan mencari benda yang diinginkan suaminya.
"Kalau nyari sesuatu mbok jangan diaduk-aduk. Diambil satu-satu. Nanti kan ketemu," omel Ratna sambil mengambil satu per satu kaus kaki pria yang rata-rata berwarna gelap. Tak perlu waktu lama baginya untuk menemukan sepasang kaus kaki abu-abu yang dimaksud Bayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sisimu
RomanceSekuel Tiga Sisi Warning: Baca ini jangan ngamuk, karena bab sudah tidak lengkap. Perjalanan rumah tangga tidak mungkin tanpa ujian. Apa yang kita lakukan di masa lalu, akan kita tuai akibatnya di masa depan. Lima tahun menikah dengan Bayu, Ratna...