Sisi 32

3.4K 565 59
                                    

Bayu mengetuk pintu kayu jati berukiran rumit di depannya dua kali dan menyandarkan tubuh ke tembok sembari menunggu pintu terbuka. Petang telah turun dan untuk pertama kali dalam kehidupan pernikahannya, Bayu mampir ke tempat lain yang bukan rumahnya, sepulang kantor.

Suara anak kunci diputar terdengar dan Bayu pun menegakkan tubuh. Wanita cantik yang membuka pintu tampak keheranan mendapati siapa gerangan yang bertamu.

"Bayu?" sapa Adisti bingung. Adel, salah satu dari si kembar, bersembunyi di balik tubuhnya.

"Hai, Mbak. Bang Gian ada?"

Adisti mengangkat Adel ke dalam gendongannya dan menepi dari pintu, memberi jalan pada Bayu untuk masuk. "Ada. Masuk gih."

Bayu pun masuk. Namun, bukannya menutup pintu, Adisti malah celingukan. "Lho, kamu nggak sama Ratna?"

"Enggak. Sendirian aja. Aku baru pulang dari kampus." Bayu meletakkan tas kerja di lantai lalu tanpa menunggu disuruh Adisti, ia menjatuhkan diri di sofa. Pria itu menarik longgar simpul dasi dan menggulung lengan kemeja sampai siku. Kepalanya disandarkan ke belakang. Bahasa tubuh Bayu meneriakkan satu hal. Lelah.

Mata Adisti memincing heran. Tetapi bertukar pandang dengan Adel tak memberi petunjuk apa pun, anak itu malah mengulum ibu jari. Maka, Adisti masuk ke dalam dan memanggil suaminya.

Tak lama kemudian, Gian muncul sambil diekori oleh Lio.

"Om Bay!" Anak berumur dua tahun itu menyapa dengan suara yang belum terlalu jelas artikulasinya. Lio memang lebih supel dan berani dibanding Adel. Begitu melihat Bayu, Lio langsung menghampiri.

Bayu duduk tegak. Senyumnya terkembang menyambut kedatangan Lio. "Halo, jagoannya Om. Tos dulu sini!" Bayu mengangkat telapak tangan kanannya lalu tangan kecil Lio menepuk di sana.

"Mau men..." ucap Lio seraya menadahkan tangan di depan Bayu.

"Aduuuh!" Bayu menepuk jidatnya dengan gaya dramatis. Adelio menagih upeti. "Kelupaan permennya. Besok lagi ya Om Bay bawain."

Saking suntuknya, Bayu sampai lupa membawa buah tangan untuk kedua keponakannya. Sebenarnya, setiap kali berkunjung ke rumah Gian, Ratna-lah yang menyiapkan buah tangan. Lio paling suka ketika dibawakan permen Yupi, sedangkan Adel paling suka biskuit Mari.  Sekarang, karena datang seorang diri, Bayu pun muncul dengan tangan kosong.

Sebagai permintaan maaf, Bayu mengangkat Lio ke pangkuan dan menggerak-gerakannya seolah Lio sedang naik kuda. Anak itu tertawa senang.

"Tumben ke sini sendiri," komentar Gian, "apalagi baru pulang dari kantor. Nggak biasanya. Ada apa?"

"Pengin cari hiburan."

Seorang asisten rumah tangga datang membawakan dua cangkir teh yang masih mengepulkan uap, beserta setoples kue kering.

"Monggo diminum, Mas," ucap Mbak Surti. Bayu mengangguk dan memberi senyum terima kasih.

"Hiburan macam apa yang kamu cari di rumahku? Yang ada, kamu dirusuhi Lio," balas Gian.

Bayu mengacak rambut Lio dengan sayang. "Lihat Lio juga udah cukup menghibur." Setidaknya, ada gelak tawa yang bisa Bayu temukan di kediaman Gian. Tidak seperti rumahnya yang selalu dikungkung kesedihan.

Adisti muncul lagi bersama Adel. "Bay, mandi dulu gih. Aku udah siapin handuk dan pakaian ganti. Pinjam punya Gian," titah Adisti.

"Nggak usah, Mbak. Nanti aja aku mandi di rumah."

"Mandi, lalu makan," tegas Adisti yang tidak mau perintahnya dibantah.

"Nurut aja apa kata Adisti," ucap Gian.

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang