Bayu memperhatikan sepiring nasi putih yang dimakan dengan lahap oleh istrinya dan membandingkan dengan nasi pecel tempe goreng yang ia santap. Memasuki usia kandungan 6 bulan, ngidam yang dialami Ratna sudah bisa dibilang lebih normal. Istrinya itu sudah tidak tertarik mencoba kombinasi beraneka rasa makanan dan sekarang sedang gandrung menyantap nasi putih hangat, terlebih lagi yang baru matang dari rice cooker. Menurut Ratna, air liurnya otomatis menetes setiap kali mencium aroma nasi yang sedang dimasak.
"Dimakan pakai lauk ya? Masa cuma nasi doang, Na?" ucap Bayu dengan nada sedikit prihatin. Bayi di perut Ratna dapat gizi dari mana, coba? Apa cukup dengan asupan karbohidrat saja?
"Rasanya enak kok. Ada manis-manisnya gitu." Ratna menyendok nasi lagi. "Ya kan, Dek?" katanya lagi sambil mengunyah dan mengusap perut.
Bayu memasang senyum terpaksa. Ya sudahlah, semoga vitamin dan suplemen makanan yang diberikan dokter cukup untuk memasok gizi bagi si jabang bayi.
Tangan Bayu lalu terulur, ikut mengusap perut Ratna yang sudah membuncit cukup besar. "Hari ini kamu nggak mau naik Grab aja?"
"Ih, mahal, Bay. Cuma aku sendirian. Pulang pergi."
"Tapi perutmu udah gede gitu. Apa nggak repot kalau bawa motor sendiri?"
"Aku kan cuma ke PE, nggak ada 30 menit juga udah sampai. Sejak awal hamil juga biasa bawa motor sendiri, cuma akhir-akhir ini aja kamu keukeuh antar jemput aku. Padahal kamu repot banget harus bolak-balik kampus ke rumah, trs ke PE, balik lagi ke kampus."
"Kan, kamu lagi hamil, Na. Aku harus jadi suami siaga." Sebenarnya Bayu merasa bersalah pada dirinya sendiri kalau sampai membiarkan Ratna berangkat kerja dengan mengendarai motor sendirian. Dulu saja saat berpacaran dengan Ayu, Bayu selalu mengantar dan menjemput gadis itu. Masa' sekarang pada istri, wanita yang ia cintai, Bayu tidak berbuat hal yang sama?
Ratna terkikik. "Siaga banget. Sampai kalau malam masih suka bangunin aku, minta jatah vitamin E."
"Salah sendiri kamu makin seksi sejak hamil."
"Dasar!" cibir Ratna, pura-pura kesal. Padahal sebenarnya semenjak hamil, ia sering dilanda hasrat seksual yang menggebu. Saat mencari penjelasannya di internet, Ratna menemukan bahwa hal itu disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke area kewanitaan disertai dengan peningkatan lubrikasi vagina dan sensitivitas klitoris. Kondisinya jadi klop dengan kemesuman Bayu.
Mereka sudah selesai sarapan dan Ratna benar-benar hanya menyantap sepiring nasi putih untuk memulai hari. Bayu membawa piring kotor ke bak cuci lalu mengambil susu ibu hamil rasa cokelat di lemari kitchen set dan membuatkan segelas untuk Ratna. Setidaknya ada tambahan gizi dari susu, meskipun sebagian kalangan menganggap konsumsi susu bagi ibu hamil adalah hal yang tidak perlu.
"Maaf ya, aku nggak bisa jemput kamu hari ini. Aku ada workshop kurikulum sampai Magrib," kata Bayu sambil mengangsurkan segelas susu yang baru selesai ia buat.
"Nggak apa-apa."
"Janji nggak ngebut di jalan ya?"
Ratna menyeruput susu hangat itu dan tertawa kecil. "Kayak aku pernah ngebut aja."
"Enggak, sih." Ratna memang tidak pernah melajukan motornya di atas kecepatan 80 km/jam. "Pokoknya hati-hati. Jagain Dedek," pesan Bayu.
"Siap, Papa."
***
Ratna keluar dari ruang guru dengan menenteng jaket di tangan kanan, bersamaan dengan pintu ruangan owner yang terbuka dan memunculkan sosok Gian. Lelaki itu memincingkan mata saat melihat Ratna mengeluarkan kunci motor dari dalam tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sisimu
RomanceSekuel Tiga Sisi Warning: Baca ini jangan ngamuk, karena bab sudah tidak lengkap. Perjalanan rumah tangga tidak mungkin tanpa ujian. Apa yang kita lakukan di masa lalu, akan kita tuai akibatnya di masa depan. Lima tahun menikah dengan Bayu, Ratna...