Sayup-sayup alunan shalawat mengalun dari speaker masjid. Setiap pukul tiga dini hari, masjid kompleks menyetel shalawat dengan tujuan agar para warga yang beragama Islam bangun lalu mendirikan salat tahajud.
Bayu mengerang, tangannya menggapai ke sisi ranjang tempat Ratna berbaring. Setelah menemukan apa yang dicari, ia beringsut menggeser tubuh. Memeluk perut istrinya, menariknya merapat, masih dengan mata terpejam. Helai rambut bergelombang Ratna menggelitik hidung Bayu. Lelaki itu menyurukkan wajah di antara lebat rambut lembut sang istri.
Ratna tersenyum, ia sudah setengah terjaga. Tubuhnya semakin ditempelkan pada tubuh suaminya. Lekuk bokongnya tepat berada di depan kejantanan Bayu. Terdengar Bayu melenguh.
Morning wood. Kondisi di mana alat kelamin laki-laki mengeras di pagi hari. Di awal pernikahan dulu Ratna dibuat kaget dengan milik Bayu yang selalu mengacung tegak di balik celana bokser setiap pagi. Dengan geli dan setengah mesum, Bayu menjelaskan bahwa hal itu memang kondisi wajar. Tentu saja penjelasan Bayu mirip seperti iklan Oreo. Ada sesi diputar, dijilat, dan berakhir dicelupin.
"Na, pengin nih," bisik Bayu, mulai menggesekkan kejantanannya di belahan pantat sintal Ratna yang masih tertutup kain satin gaun tidur.
"Jangan dikeluarin di dalam," bisik Ratna.
Rasa kantuk sepenuhnya hilang, tergantikan oleh nafsu birahi. Ratna tidak menolak. Ia selalu suka bercinta dengan suaminya. Wanita itu menolehkan wajah, mencari bibir Bayu. Belaian lidah Bayu pada rongga mulutnya membuat Ratna mengerang. Ia ingin lebih.
Tangan Bayu menyingkap gaun tidur Ratna, menyusuri garis celana dalam lalu naik ke atas, menemukan perut yang masih rata. Usia kehamilan Ratna memasuki minggu ke-11. Belum ada buncit kecil di perutnya, tetapi baik ia maupun Bayu tahu ada kehidupan mungil di dalam sana.
"Dedek, Papa sayang-sayangan dulu sama Mama ya." Bayu mengecup perut Ratna, tepat di bawah pusar, meminta izin pada jabang bayi mereka.
Gaun tidur diloloskan dengan cepat, demikian juga dengan celana dalam bertepi renda. Jemari Bayu menggoda, menyibak celah basah, menekan klitoris dengan ibu jari. Pekik nikmat yang lolos dari mulut Ratna melecut gairahnya.
Kepala Bayu menunduk, mulutnya mencaplok buah dada yang membusung indah. Puncak payudara Ratna ia belai dengan lidah. Tak puas, puting tegak itu diapit di antara gigi lalu diisap kuat.
Tubuh Ratna melengkung bagai busur, gerakan yang seolah menawarkan lebih banyak bagian payudaranya ke dalam kekuasaan mulut Bayu. Ratna suka saat Bayu melakukan ini: mencumbu dadanya sambil terus menggoda celah terintimnya.
"Bayu..."
"Mau berapa kali, Sayang?" Maksud Bayu, berapa orgasme yang ingin Ratna raih? Apa perlu foreplay sampai mencapai puncak atau mau langsung ke main course?
"Oh... terserah kamu. Masih banyak waktu." Ratna tidak bisa berpikir.
Permainan jemari Bayu pada kewanitaan Ratna semakin cepat. Ratna belingsatan menerima semua rangsangan suaminya. Klitorisnya membengkak dan puncak pertama pun menghampiri.
Wajah Ratna merah merona, membuatnya semakin cantik dan menggairahkan. Bayu tidak membiarkan istrinya berlama-lama menikmati orgasme itu, cepat ia melucuti pakaian dan membenamkan miliknya pada celah Ratna yang masih berkedut.
Nikmat sekali.
Bayu mempercepat ayunan pinggulnya. Ratna melenguh, kenikmatan datang bergulung-gulung bagai ombak. Belum reda sensasi puncak pertama, ia sudah akan diterpa puncak berikutnya.
"Bay, oh... aku nggak kuat."
"Lepasin, Sayang. Nanti aku nyusul."
Tubuh Ratna bagai terempas ke tepian. Meledak oleh rasa nikmat. Tetapi sesi bercinta mereka belum selesai, Bayu masih mengejar pelepasannya. Lelaki itu memacu gerakannya, semakin cepat, semakin cepat lalu menggeram buas bersamaan dengan derasnya semburan sperma di dalam rahim Ratna.
Bayu mengangkat wajah dan matanya membelalak panik. Ia melepas penyatuan dengan terburu-buru. Ya Tuhan, ia lupa untuk menyemburkan sperma di luar. "Na, aku keluar di dalam. Gimana nih? Dedek nggak apa-apa?"
Ratna duduk, kepanikan Bayu menular. Spontan ia meraba perutnya, tidak ada rasa sakit tapi ia pun tak yakin bahwa semuanya baik-baik saja. "Aku nggak tahu."
Bayu duduk sambil meremas rambut. Ia terlalu hanyut dalam kenikmatan sampai melupakan pesan penting dari Dokter Indira. Jika sampai terjadi sesuatu pada bayi mereka, itu disebabkan oleh kecerobohannya.
"Mungkin nggak apa-apa selama nggak ada perdarahan," ujar Ratna pelan. "Kita mandi aja, lalu salat. Berdoa."
Bayu mengangguk dan masuk ke kamar mandi, sementara Ratna masih duduk di atas ranjang yang seprainya sudah kusut akibat percintaan mereka. Ratna menyentuh perutnya.
"Dedek, kuat kan? Dedek nggak apa-apa kan?" Ratna memulai monolog. "Maafin Papa ya, Papa terlalu bersemangat. Mama juga. Dedek baik-baik ya di perut Mama."
Ratna berusaha tenang. Ia memeriksa seprai dengan teliti, tidak ada bercak darah. Sepertinya semua baik-baik saja. Ia pun tidak merasakan perutnya mengencang atau hal lainnya.
Ratna mengambil kembali gaun tidurnya yang jatuh di samping nakas, lalu mengenakannya kembali. Ia kemudian melepas seprai dan memasukkannya ke dalam keranjang pakaian kotor.
Saat Bayu keluar dari kamar mandi, kasur tempat tidur sudah dipasangi kain seprai baru. Giliran Ratna mandi dan mensucikan diri dari hadast besar. Adzan Subuh berkumandang tepat ketika ia selesai membersihkan tubuh.
Bayu sudah menunggu dengan dua sajadah tergelar di lantai. Baju koko dipadukan dengan sarung menampilkan kesan teduh dan bersahaja. Bayu versi alim ternyata tak kalah memesonanya.
Mereka menunaikan salat Subuh berjamaah. Jangan bayangkan Bayu bisa mengimami salat dengan bacaan surah yang panjang. Adh-Duha dan An-Nas mengalun dari lisan pria itu, mengisi dua rakaat Subuh, dengan tajwid ala kadarnya.
Usai salam, mereka sama-sama berdoa agar bayi dalam kandungan Ratna tumbuh sehat. Khusus Bayu, ia menambahkan janji dalam hati agar tidak teledor lagi seperti tadi. Yah, sepertinya ia memang butuh kondom---banyak kondom---untuk persediaan sembilan bulan ke depan.
Ratna mencium punggung tangan Bayu dan Bayu membalas dengan mengecup dahi Ratna yang masih separuh tertutup mukena.
"I love you," bisik Bayu. Ratna pun tersenyum manis sekali.
Ratna membereskan peralatan salat dan membuka jendela, memberi kesempatan udara kamar digantikan oleh udara segar dari luar. Keningnya sedikit berkerut ketika sadar ia belum muntah-muntah pagi pagi. Padahal biasanya begitu bangun tidur, serangan morning sickness langsung menghajarnya sampai teler.
"Tumben aku nggak mual pagi ini."
"Bagus dong, mual-mualnya libur dulu." Bayu menyahut sambil berganti pakaian. "Kamu jadi bisa masak untuk sarapan. Kangen banget sama masakanmu."
"Mau dimasakin apa? Akhir-akhir ini aku kan nggak pernah masak, nggak yakin ada bahan makanan di kulkas."
"Apa aja yang bisa, deh."
Ratna keluar dari kamar dan langsung menuju dapur, membuka lemari es. Hanya ada kubis dan cabai di bagian sayuran. Freezer kosong, yang berarti hanya ada telur sebagai sumber protein. Ratna memutuskan untuk memasak telur kuah kecap.
Baru Ratna akan bergerak meraih panci magiccom untuk memasak nasi, tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang merembes keluar dari vaginanya. Ratna masuk ke kamar mandi di dekat dapur dan menurunkan celana dalam.
Panik, kalut, bingung... semuanya bercampur menjadi satu saat ia melihat noda darah segar di celana dalamnya. Air matanya mengalir deras sambil menjerit memanggil nama suaminya.
---------
Jangan lupa follow aku ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sisimu
RomanceSekuel Tiga Sisi Warning: Baca ini jangan ngamuk, karena bab sudah tidak lengkap. Perjalanan rumah tangga tidak mungkin tanpa ujian. Apa yang kita lakukan di masa lalu, akan kita tuai akibatnya di masa depan. Lima tahun menikah dengan Bayu, Ratna...