Sisi 10

6.2K 486 61
                                    

Della masih kesal lantaran hasil masakannya tidak mendapat apresiasi seperti yang diharapkannya dari Bayu. Apa sih bagusnya urap sayuran dan tempe goreng? Membuat sosis homemade membutuhkan effort yang lebih besar daripada sekedar menggoreng tempe. Akibatnya, setelah tiga minggu berlalu pun, Della belum mau lagi unjuk kebolehannya memasak di depan Bayu. Buat apa berpayah-payah memasak jika Ratna selalu datang membawakan makan siang untuk Bayu? Membuat Della makin jengkel pada wanita dengan rambut bergelombang itu.

"Del, kalau kamu ngerayu Bayu pake makanan, Lebaran tahun depan juga belum tentu dia kepincut sama kamu," ujar Sarah dengan nada geregetan. 

"Tapi aku harus tunjukin kalau aku bisa masak yang lebih enak daripada istrinya. Mas Bayu suka cewek yang pintar masak."

"Itu bisa terakhiran. Bikin Bayu tergila-gila dulu sama kamu. Kamu aturlah supaya Bayu notice keindahan tubuh kamu. Sekali aja dia lihat toket kamu, aku jamin dia bakal minta lebih dan nggak akan cukup sekali."

Della teringat potongan percakapan via telepon antara dirinya dan Sarah. Saran Sarah terdengar mudah, tetapi mengingat pekerjaan Della saat ini, tentu ia tidak bisa begitu saja berpakaian terbuka dan memamerkan bagian tubuh. Bahkan dalam acara non resmi, seperti sekarang. Jalan Sehat Ceria dalam rangka Dies Natalis UPH.

Seandainya ini adalah kegiatan Car Free Day di Jakarta, Della tanpa ragu akan memakai celana pendek dan kaus crop top yang memamerkan perut datar juga payudara 34C-nya, tetapi ini Yogyakarta, di mana masyarakatnya lebih menjunjung nilai-nilai tradisional dan etika ketimuran. Della pun berakhir memakai tank top berwarna gelap yang dilapisi running jaket hitam, serta memadukannya dengan legging tiga perempat berwarna pink yang menampilkan kesan feminim. Sepatu olahraga warna hijau neon membuatnya semakin mencolok tetapi jauh dari kesan norak.

Setidaknya, penampilannya jauh lebih modis daripada Ratna yang hanya memakai celana training ungu tua yang tidak ketat, tetapi juga tidak longgar, dan atasan berupa kaus lengan panjang berwarna lavender. Tidak ada yang istimewa untuk bersanding di sebelah Bayu yang tampak macho dengan kaus putih ketat, menonjolkan sebidang dada tegap dan perut berotot.

Ada satu pemandangan baru yang ditampilkan keluarga kecil Bayu, yakni hadirnya seorang gadis usia 20-an yang dengan bebas bergelayut di lengan Bayu tanpa membuat Ratna cemberut. Della memperhatikan gadis itu memiliki garis-garis wajah serupa dengan Bayu, bahkan bentuk hidung mereka sama.

Saat semua peserta jalan sehat sedang beristirahat, Della menggunakan kesempatan itu untuk mendekati gadis yang ia duga merupakan adik kandung Bayu. Della pikir jika mereka bisa akrab, tentu jalannya mendekati Bayu akan lebih mudah.

"Keluarganya Mas Bayu, ya?" sapa Della ketika Gita sedang duduk sendirian tanpa ditemani Ratna atau Bayu. Dalam acara ini, karyawan maupun dosen UPH dipersilakan mengajak sanak keluarga untuk ikut meramaikan.

"Iya, Mbak. Aku adeknya. "

"Kenalin, aku Della. Aku dosen baru, dulu adik tingkat Mas Bayu di UPJ."

Gita menyebutkan nama dan menyambut tangan Della yang terulur. "Mbak dari Jakarta? Aku juga baru pindah dari Jakarta. Pindah kerja ke Jogja."

"Kerja di mana?"

"Di Mayora, Mbak."

"Tinggal di mana?"

"Di rumah Mas Bayu."

Bingo! Della mengulum senyum penuh arti. "Kapan-kapan kita hang out bareng, yuk. Aku juga masih baru di Jogja. Belum punya teman dekat."

"Boleh, Mbak." Mata Gita berbinar.

***

Ratna membasuh lengan kausnya yang terkena tumpahan es krim cokelat dengan air yang mengalir dari keran wastafel toilet. Kadang ia merasa heran sendiri mengapa pakaian sering sekali terkena noda. Entah itu air seni bayi Fifi, jus jambu yang tak sengaja tersenggol Della, dan sekarang es krim dari bayi Anita, teman kantor Bayu.

Namun, ia tidak menyesali noda es krim ini. Anak pertama Anita sangat menggemaskan. Usianya satu tahun dua bulan dan sangat aktif. Saat Ratna menggendongnya tadi, bayi perempuan itu tidak menangis dan tampak sangat nyaman di pelukannya. Bahkan Anita sampai berseloroh bahwa Ratna sudah punya rasa keibuan yang kuat, tinggal menanti kedatangan sang buah hati saja.

Ah, lagi-lagi soal anak. Ratna kembali teringat rasa kecewa yang menderanya minggu lalu, saat mendapatkan siklus menstruasinya. Bahkan obat dari dokter pun masih gagal membuatnya hamil.

"Tidak apa-apa, Mbak. Kita ganti obat yang lain. Obat yang kemarin tidak mendukung ketebalan dinding rahim yang mencukupi, meskipun berhasil mematangkan sel telur." Demikian Dokter Indira mengevaluasi ketika Ratna datang lagi ke kliniknya di hari kedua menstruasi.

Seorang ibu hamil berhijab pink dengan setelan baju training abu-abu, masuk dan mencuci tangan di wastafel. Wanita itu tersenyum sopan pada Ratna yang sedang berusaha mengeringkan lengan bajunya di bawah automatic hand dryer.

"Istrinya Pak Bayu, ya?" tanya si wanita berhijab.

Ratna sedikit kaget karena wanita itu mengenalinya, padahal ia sama sekali tidak mengenal sang lawan bicara. "Iya. Sinten, nggih?"* (Siapa ya?)

"Saya Aisyah dari Fakultas FAI. Dulu pernah bareng Pak Bayu saat pelatihan PEKERTI-AA. Tadi sempat lihat njenengan* sama Pak Bayu waktu jalan sehat."

*(njenengan = Anda)

"Oh, salam kenal. Panggil saja Ratna." Ratna memandang perut Aisyah yang membuncit besar. "Sudah jalan berapa bulan, Bu?"

"Masuk bulan kedelapan." Aisyah mengelus perutnya dengan sayang.

"Semoga sehat terus sampai lahiran," doa Ratna.  "Ini anak ke berapa?"

"Pertama. Mbak Ratna sendiri sudah berapa putranya?"

Ratna menggeleng sambil tetap berusaha mengulas senyum. "Belum ada. Belum rezeki."

Ekspresi wajah Aisyah berubah simpatik. Seakan-akan wanita itu tahu apa yang dirasakan Ratna.  "Nggak apa-apa, Mbak. Saya juga lama kok nunggu hamil yang pertama ini. Tiga tahun," ujar Aisyah.

Ratna menanggapi dengan senyuman. Baginya yang sudah menunggu lima tahun, tiga tahun terasa mudah. "Dulu ikhtiar ke mana, Bu?"

"Saya pergi umroh dengan suami. Berdoa sungguh-sungguh di depan Baitullah. Ketika di sana juga saya sempatkan beli kurma muda. Alhamdulillah dua bulan kemudian saya hamil."

Ratna ikut bahagia mendengar kisah itu. Apa dia juga harus pergi umroh? Eh, duit dari mana? Tabungannya sudah banyak berkurang sejak mengikuti program hamil dari Dokter Indira. Obat yang harus ditebus setiap bulan harganya cukup mahal, hampir mencapai nominal gaji Ratna di Prime English. Selain itu, Ratna merasa dirinya tidak religius, setidaknya belum sampai pada level salihah seperti yang ditampilkan Aisyah. Apa karena itu Allah belum mengabulkan doanya agar diberi keturunan?

Aisyah seperti bisa membaca kegundahan Ratna. "Jangan lelah berusaha, Mbak. Yakin bahwa Allah pasti mengabulkan doa kita, di saat yang tepat. Yang perlu kita lakukan hanyalah terus memanjatkan doa. Berdoalah di waktu-waktu yang mustajab. Berdoa sampai hati kita bergetar, diiringi banyak beristighfar. Mohon ampunan Allah atas dosa-dosa kita. Insyaalah jalan mendapat keturunan dimudahkan."

------------

PEKERTI-AA = Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional dan Applied Approach

🐣🐣🐣

Pendek ya, gengs. Tapi mayan lah untuk pengobat rindu sama Della, #eh. Rindu pengin nimpukin, maksudnya.

Di Sisimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang