extra 05 | dakota

55 13 3
                                    

Mie ayam. Sendal jepit. Lamborghini.

Tiga hal yang tidak pernah bisa lepas dari seorang Ararya Nugroho Benza. Walau sebenarnya benda tersebut sangat terlalu biasa, namun bagi pria berumur 27 tahun itu sangat berarti baginya. Karena menurutnya, salah satu cara untuk mengekspresikan dirinya yang sebenarnya adalah dengan ketiga hal terebut.

Sejak remaja—sekitar umur 15 tahun—dia selalu menghabiskan uang ayahnya dengan mengoleksi mobil-mobil sport mewah tanpa peduli berapa harga yang harus dikeluarkan untuk itu. Well, Arya melakukan hal itu dengan sengaja. Kala ayahnya memaksanya untuk melakukan apa yang diinginkan olehnya dan melarang beberapa hal yang disukai oleh Arya.

Untuk mie ayam dan sendal jepit? Hm ... sebenarnya Arya tidak memiliki alasan khusus mengapa dia begitu menyukai makan mie ayam ketimbang carbonara, serta lebih nyaman mengenakan sendal jepit bermerek Swallow ketimbang memakai sendal santai berbulu domba beremek high end.

Awalnya Arya sangat membeci ayahnya yang mengatur apapun tentang kehidupannya seedak jidat. Melarangnya ini-itu dan mengubah seorang Arya si bocah manis menjadi Alpha si ditaktor psikopat. Tapi mau bagaimanapun, di dunia ini hanya sosok ayah lah yang dia punya. Ibunya sudah wafat sebelum Arya bisa berjalan dan berbicara. Dan tentunya dia tahu, apa alasan ayahnya melakukan hal itu kepadanya. Karena dia ingin anak semata wayangnya menjadi kuat.

"Ini hari Selasa. Kayaknya lo gak lupa kalo gue ada agenda apa di hari Selasa yang cerah ini." Arya berujar kepada seseorang yang suaranya terhubung pada earphone di telinganya.

"Gue cuma mau ngasih tau. Klien lo yang seminggu lalu itu berhasil ketangkep sama aparat. Lo mau gue apain?"

Arya terdiam sejenak setelah berhasil memarkirkan mobilnya di parkiran. Pria itu menghela napasnya sejenak. "Lo tahu? Haram bagi gue ngadat di hari Selasa. Jadi kayaknya lo salah nelpon gue perkara si buncit ketangkep."

"Tapi—"

"Talk you later, Yo."

Arya mematikan sambungan telepon dari Cleo. Pria itu melepas earphone-nya dan mengenakan topinya. Lalu kemudian dia keluar dari mobilnya dan berjalan menyusuri daerah pasar Baru. Dengan penampilan yang sudah merakyat—kaos hitam dengan celana pendek tak lupa dengan topi pancing dan sendal jepit yang kali ini bewarna hitam, agar matching dengan atasannya.

Beberapa orang pasar tersenyum kepadanya yang memang sudah terbiasa dengan kehadiran pria itu pada hari Selasa. Hari di mana dirinya bisa menjadi orang biasa. Polos dan tidak tahu apa-apa. Hanya seorang Arya si pecinta mie ayam yang terletak di ujung jalan—tapan memikirkan siapa sebenarnya sosok Arya yang kebanyakan orang kenal sebagai Alpha.

Seorang anak kecil berusia tujuh tahun tiba-tiba datang dan tidak sengaja menabrak dirinya, membuat anak itu terjatuh dan makanan yang dia pegang tumpah begitu saja. Arya tersentak, dia menatap anak itu yang memiliki penampilan kucel layaknya anak pengamen jalanan. Saat anak itu mendongak, wajahnya sangat ketakutan. Mungkin karena Arya sendiri yang memiliki bentuk wajah yang tegas dan terkesan dingin.

"Ma—maaf, Om ... sa—saya gak sengaja." Anak itu cepat-cepat bangkit dan membungkukkan badannya berkali-kali.

Arya tersenyum kecil. Kembali menyadarkan dirinya jika ini hari Selasa. Alhasil dia mengangguk singkat dan menatap seplastik makanan berisi cimol dengan bumbu cabai yang jatuh berserakan di aspal. "Cimol kamu jadi tumpah," gumam Arya lalu beralih menatap anak itu.

"Ngh ... gak apa-apa kok, Om. Aku—"

"Kamu udah makan?" Arya tiba-tiba bertanya. Anak itu menyerngit, lalu beberapa detik kemudian dia langsung menggeleng. "Belum, Om. Tapi kayaknya aku harus pergi dul—"

yang baik belum tentu baikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang