extra 04 | caturangga

55 15 5
                                    

Well, kalau bisa dijelaskan, Fajar itu hidup untuk kebebasan. Di antara para anggota Caturangga, Fajar lah yang memiliki hidup paling blangsak dibandingkan temam-temannya yang lain. Hampir setiap hari dia tidak pernah absen buat nangkring di pub malam yang termasuk dalam jejeran tempat di kawasan Red Zone. Salah satu distrik yang isinya adalah para orang-orang pecinta hiburan malam di ibu kota. Fajar mengakui, ini menyenangkan. Melihat para lady companion yang melenggak-lenggokan badannya dan berusaha mencuri perhatian dari seorang Cakrawangsa—yang siapa pun tahu, dia terkenal karena kharismanya sebagai cowok flamboyan terkenal di Ibu Kota, walau sebenarnya pria itu lebih dari sekedar anak hits di sana.

"You're late, Dumbass!"

Fajar menatap seorang pria yang baru saja datang dan mengambil duduk di hadapannya. Pria itu menatap dua orang lady companion yang duduk mengapit Fajar. "Fuck off, we need our space," ucapnya kepada dua wanita tersebut.

"What's eating you, Crut?" tanya Fajar kala dua wanita tersebut sudah melenggang pergi dari tempat mereka. Aksa menghela napasnya sejenak kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya dan melemparkan sebuah foto kepadanya.

"Pekerjaan gue udah banyak. Gue gak ada waktu buat ngurus masalah si Kay."

"Kenapa si Gebor?" Fajar menaikkan salah satu alisnya.

"Broke up sama pacarnya."

"Gue udah tau. Terus kenapa?"

Aksa memutar kedua bola matanya jengah. "Lo tau, dia galaunya udah kayak orang yang gak punya semangat hidup! Apartementnya aja udah kayak kadang burung! Berantakan banget!"

"Terus kenapa pekerjaanya lo kasih ke gue semua? Emangnya kenapa sih, itu bocah? Heran gue? Gara-gara putus doang sampe ngerepotin orang lain!"

Aksa berdecak. "Mereka udah pacaran sekitar enam tahun lamanya. Menurut gue, wajar kalau si Gebor galau kayak orang stress!"

"Terus kenapa lo nyerahin masalah yang ada di Hayam Wuruk ke gue?"

"Karena di antara lo-gue-Bara, cuma lo doang yang gak sibuk!"

"Gue juga sibuk—"

"Sibuk ngombe sampe wasted? How funny!" Aksa terkekeh sarkas. Pria itu mengacak-acak rambutnya dan memanggil salah satu pelayan, kemudian memesan minuman. "Gue sama Bara harus ke Shanghai sama Seoul buat ngurus koleganya Sai minggu depan. Jadi, kayaknya di sini yang cukup bisa nge-handle urusan yang dipegang sama Kay itu ya, lo."

"Si Kampret!" Fajar meraih ponselnya dan langsung menelepon Kay saat itu juga.

"Percuma lo nelpon si Gebor. Pasti gak bakal diangkat!"

Fajar mendengkus, pria itu menegak minumannya yang tersisa tingggal setengahnya itu. "How's your day?" tanya Fajar mengalihkan topik pembicaraan. Pria itu merasa jika ucapan sahabatnya itu ada benarnya, pasalnya Kay itu sudah seperti orang yang sebentar lagi dijemput malaikat maut. Susah juga Fajar jelasinnya. Sai saja yang mendengar kabar itu sampai memakluminya. Kalau Kay bukan sahabatnya sejak bocil, sudah Fajar kirim bazoka ke apartementnya detik itu juga.

"Lo nanya kabar gue?" Aksa balik bertanya.

"Ya gue nanya ke siapa lagi, Kucrut!"

Aksa terkekeh. "Well, not really good."

"Biar gue tebak. Lo ribut sama cewek polwan lo itu?"

Aksa menhembuskan napas panjang. "Keliatan banget, ya?" tanyanya dan tak lama kemudian pesanan minumannya datang.

"Najis!" umpat Fajar. "Kalo gak salah, kita semua udah pernah bilang, hubugan lo sama cewek polaroid itu gak sehat. Lo penjahat dan dia aparat. Gue gak yakin bakal berakhir dengan baik."

yang baik belum tentu baikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang