Biar Keke tebak, bahwa misi ini tinggal 30 persen lagi dari kata selesai. Setelahnya, Keke akan menggunakan upahnya untuk pengobatan ibunya dan kembali melanjutkan pendidikannya di STIN yang penuh dengan lika-liku.
Gadis itu melepas jaketnya dan mengambil senapan yang diberikan oleh Raka. Pria itu sempat menawarkan kopi kemasan dalam botol yang dia beli di minimarket dekat jalan raya Lintas Sumatra. Tapi Keke tolak karena sepertinya laju helikopter tidak akan mulus-mulus saja—saat tiba-tiba sang pilot memberikan kabar jika terdapat 10 orang yang siap siaga di radius 50 meter.
Keke menghela napasnya, alih-alih menyerahkan senapan tersebut kepada Raka. Gadis itu mendekat ke arah bagian kemudi helikopter. Menghitung kembali jumlah orang yang disebutkan oleh pilot barusan.
"Raka, kalo mereka mulai menyerang, gue minta lo buat serang balik. Perfectly no mistake!" pinta Keke.
Raka tidak banyak omong, dan mengangguk mengiyakan karena instingnya langsung mengatakan jika mereka sedang dalam kondisi yang serius. Hingga akhirnya Keke mengaktifkan kembali tenaga dalamnya dan berkonsentrasi. Tangannya dia rentangkan ke depan, peluh tiba-tiba keluar dari pelipisnya. Beberapa detik kemudian suara hempasan peluru terdengar. Menyerang bagian baling helikopter dan beberapa bagian lainnya. Pilot berusaha untuk menghindar, dan Keke terus menahan peluru tersebut agar tidak mengenai helikopter se-senti pun.
"Sekarang!" teriaknya, meminta Raka untuk segera beraksi dengan senapannya. Pria itu langsung membidik 10 orang tersebut. Lima di antara berhasil menghindar dan peluru Raka pun tidak mengenai mereka.
Raka menekan tombol di alat komunikasinya. "Dew, Nan! Di gedung bagian timur. Ada beberapa orang yang menyerang!" ucapnya. Yang tak lama kemudian langsung dibalas oleh Dewata.
"Serahin ke kita. Kalian langsung saja ke Jakarta!"
Dewata dan Nanda pun memacu kakinya menaiki tangga. Mereka langsung disuguhi oleh beberapa tukang pukul yang menyerang mereka. Dengan cekatan mereka menangkis beberapa serangan dan menjatuhkan beberapa orang ke bawah tangga. Tak hanya itu, Nanda mendapatkan pukulan di punggungnya, membuat dirinya terjatuh dan terseret oleh beberapa orang tanpa diketahui oleh Dewata. Sebab, pria itu terlalu sibuk meladeni serangan yang diberikan oleh musuh.
Tapi Nanda tidak mau menyerah, gadis itu menendang kepala salah satu orang yang menariknya dan cepat-cepat bangkit seraya mengambil asal sebilah kayu dan membantingnya kepada siapapun yang mendekat hingga terkapar tak sadarkan diri. Akhirnya, Dewata mendekat ke arahnya. Ternyata semua musuh telah tumbang.
"Lo gak apa-apa?" tanyanya. Nanda mengangguk, dia melempar sebilah kayu yang dia pegang, lalu mengelap keringat yang mengalir di pelipisnya.
"Koko, lo dimana?" tanya Dewata melalui alat komunikasinya.
Di seberang sana, Koko langsung menyahut. "On the way. Pick me up at the back dor!"
* * *
"Shit!"
Aksa mengumpat kala mereka dihadang oleh beberapa orang yang langsung menyerang mereka. Ini sudah sepuluh menit mereka berkutik dengan para tukang pukul.
Koko berdecak dan menangkis serangan yang mengenai dirinya. "Shat shit shat shit mulu lo!" kesalnya, kemudian melayangkan bogem mentahnya kepada salah satu tukang pukul.
Aksa memutar kedua bola matanya dan menendang salah satu orang yang menghadangnya. "Gue tiga tahun lebih tua dibandingkan lo. Jadi, sopan dikit sama gue!" protes Aksa.
Koko tersenyum masam. "Tau dari mana lo?" tanyanya.
Aksa terdiam sejenak, menatap pria yang umurnya dua tahun lebih muda darinya itu, hingga matanya jatuh kepada tahilalat berbentuk segitiga yang berada di lehernya. "Lo gak perlu tahu. Yang pasti, lo dan kembaran gak indetik lo itu bukan orang biasa," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
AksiDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...