Aksa tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Pikirannya sejak semalam selalu terlintas wajah gadis yang mengaku bernama Kesha Kemuning itu. Ditambah, dia bermimpi melihat gadis itu berdiri dikelilingi oleh harimau putih berukuran besar. Aksa tidak mengerti dengan semua itu.
Dan hari ini, tiba-tiba Sailendra memintanya untuk bertemu dengan salah satu kaki tangan keluarga Benza, Cleo Cayapata. Sebenarnya, Aksa tidak berminat untuk bertemu dengan orang-orang dari keluarga Benza. Selain mereka adalah musuh Akando, Aksa tidak suka dengan sikap mereka yang memandang Caturangga sebelah mata.
Di sinilah dia. Menunggu di salah satu kafe yang terletak di antara kawasan Akando dan Benza. Mereka menyebutnya Zona Tengah.
Aksa meraih gelas kopinya dan menyeruputnya perlahan. Hingga suara lonceng di pintu masuk mengalihkan perhatiannya. Dia cukup terkejut ketika melihat siapa yang barusan masuk ke dalam kafe. Seorang gadis berpakaian kasual dengan rambut dicepol itu mengedarkan pandangannya lalu tiba-tiba matanya jatuh kepada Aksa yang terpaku menatapnya.
Keke menarik napas perlahan kemudian berjalan santai menuju tempat pemesanan. Suara Koko serta teman-temannya sudah memenuhi telinganya yang terdapat alat komunikasi. Keke mendengkus pelan.
"Kok, lo malah mesen minuman, sih? Langsung ke targetnya, dong!"
"Ke, lo lupa rencananya bukan?"
"Woi, lo gimana sih?"
"Ke, lo eling kan?"
Keke menggeram kesal. Alhasil refleks menggebrak meja barista kemudian berkata, "Elang eling, elang eling, congor maneh! Aing gek keur usaha sia teh!" (Sudar sadar, sudar sadar, mulut lo! Gue juga lagi usaha ini, elah!)
Gadis itu berucap tanpa dia sadari. Kemudian langsung diberi tatapan aneh oleh si barista yang melayaninya.
"Sori, Mbak." Keke tersenyum paksa. Barista itu menggelengkan kepalanya terheran-heran.
Setelah memesan minuman, gadis itu mengambil duduk cukup jauh dari posisi Aksa berada, sekitar lima meter.
Aksa sedari tadi masih memerhatikan gadis itu. Namun Keke pura-pura saja tidak lihat. Membuat teman-temannya yang menunggu adanya percakapan antara Keke dan Aksa berdecak kesal.
Ah, masa bodo lah, Keke masih bisa menerawang orang tanpa harus bertatapan atau menyentuh orang itu. Cukup dalam radius lima meter—seperti saat ini. Gadis itu membuka laptopnya dan membuka salah satu work palsu buatannya. Anggap saja di sini ceritanya Keke menjadi seorang penulis. Alhasil, dia mengetik lanjutan ceritanya seraya memasang earphone di telinga.
Di sisi lain, Aksa ingin menghampiri Keke, namun tidak jadi karena orang yang dia tunggu telah datang.
Cleo datang dengan pakaian formal berupa setelan kemeja hitam dan celana bahan. Paras Chinese bercampur western terlihat melekat di wajahnya. "Sori, lama."
"Almost 30 minutes. Beruntung gue ngajak ketemuan di kafe umum. Kalau gak, mungkin sesuatu bakal terjadi pada lo."
"Whatever. Apa yang pengen lo omongin?"
"It's about Richard."
Keke yang tidak benar-benar menyalakan earphonenya, lantas menghentikan kegiatan mengetiknya. Gadis itu tertegun, kala nama Richard disebut. Alhasil, karena tidak mau berlama-lama, dia memejamkan matanya dan memulai aksinya untuk menerawang Aksa. Satu detik, dua detik, hingga sepuluh detik, hanya kosong menghampirinya. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali.
'Kenapa tidak berhasil?' Batinnya. Apa mungkin karena dia kurang fokus?
Gadis itu lagi-lagi memusatkan energinya. Hingga tidak sengaja membuat meja di samping Aksa bergeser beberapa senti. Karena energi yang dia keluarkan tidak beraturan. Keke cepat-cepat menghentikan kegiatannya dan menyeruput minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
yang baik belum tentu baik
AcciónDisclaimer dikit: ini hampir 2 tahun lebih di-unpublish karena gaya penulisannya yang menurutku kurang. Sengaja dipublish lagi untuk mengenang perkembangan gaya penulisan gue yang dulunya suka sok ke-jaksel-jakselan. Aslinya mah orang Bogor wkwkw. *...