[ 12. ] Chat Time

2.5K 397 38
                                    

Apa yang terlintas dipikiran kalian jika mendengar kata 'Watanabe Haruto'?

Apa orang-orang akan menjawab 'Si manusia tampan berwajah dingin yang menjadi idaman semua perempuan'?

Atau seperti 'Cowok tak berperasaan yang nampaknya sangat sulit untuk didekati, namun jika sudah dimiliki akan menjadi cowok yang mencintaimu sehidup semati'?

Atau mungkin.. 'JODOHKUUU'? hahaha halu. Skip.

Kenapa Hinara tak bisa beranggapan seperti itu? Coba jelaskan.

Karena menurutnya Haruto hanyalah sosok adik yang tidak memiliki rasa hormat pada kakaknya, yang setiap saat selalu mengganggu, usil, dan sangat berisik, juga jauh dari kata 'idaman'? Ia bahkan tidak bisa menghitung seberapa kebaikan Haruto padanya.

Ya, sepertinya memang tidak ada.

Seperti saat ini, Haruto terus menelponnya dan ia mengirim pesan bahwa ia akan menunggunya di salah satu cafe. Apabila ia tidak datang, Haruto mengancamnya dengan hal yang tidak-tidak yang bersangkut paut dengan Asahi dan orang tuanya.

Itu benar-benar membuat Hinara kesal. Lagipula, siapa sih pemeran utama di cerita ini!? Aku atau Haruto?! Bahkan kurasa Asahi pun memiliki bagian yang tidak cukup banyak. pikirnya.

Si penulis hanya tertawa saja. Selama aku yang memegang kendali cerita ini, kamu bisa apa? Watanabe Hinara? Mau ku turunkan peranmu menjadi bibi kantin saja?

Hm, rasanya si penulis ini terlalu sombong. Tolong maafkan dia ya.

"Kak!" panggil Haruto.

Hinara mendongak tanpa semangat, "Apasih...?" tanyanya dengan nada lemah.

"Kak Hina ga seneng gitu diajak main ama cogan? Tuh, cewe-cewe diluar aja pada liatin Ruto sampe segitunya." tanya Haruto.

Mata Hinara menyipit sinis pada Haruto. "Ajak aja kesini! Biar kakak pulang aja. Narsis banget si punya adek." jawab Hinara.

Kemudian Haruto tertawa puas, "Nanti ajak beneran, dicuekin, ngambeek." ledek Haruto.

"Gaa! Ga gitu yee!" kesal Hinara.

Kemudian Haruto mengambil buku menu dan memberikannya pada Hinara. "Cepetan mesen, Ruto yang bayar. Mumpung lagi kaya." sombong Haruto.

Hinara berdecih, "Cih! Belagu. Pasti Mama Papa lagi ke Jepang kan? Makanya lo mau jajanin gua? Biasanya juga 'Hehe, biar kakak yang traktir, hehehe.' begitu." sarkas Hinara.

Haruto menggaruk tengkuknya, lalu terkekeh kecil. "Yaudah sii yang udah mah lupain aja. Sekarang biar Ruto yang traktir kakak." ujarnya.

Buku menu tersebut dibolak-balikkan beberapa kali, Hinara memilih makanan apa yang ingin ia makan tapi sejujurnya ia sedang tak selera. Tapi ia tetap memilih, sayang kalau disia-siakan bukan?

Setelah beberapa menit menunggu pesanan dan saling bungkam tanpa suara, Haruto pun memutuskan memulai percakapan dengan Kakaknya.

"Kak, waktu Ruto ngasih kado kan Pak Yuta nanya, kenapa Ruto ga tau kabar Kak Hina."

Hinara memberi tatapan tajam pada Haruto, "Ruto ga bocor kan?" duga Hinara dengan penuh penekanan.

"Enggaa. Ruto cuma jawab udah pisah rumah, untungnya Pak Yuta ga nanya lagi." ucap Haruto.

Hinara melega. "Dirumah gimana? Papa Mama? Airi? Kangen Airi ih. Kenapa ga diajak?" tanyanya.

"Airi sering banget dirumah Bibi. Gue banyak gabut dirumah, kesepian tau kak. Papa Mama juga ya biasa, sibuk ama kerjaan." jawab Haruto.

My Brother's Friend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang