"Masih lama kah? Harusnya Asahi pulang dari kemarin tapi kenapa belum nelpon sama sekali?"Hinara mengecek handphonenya beberapa kali, resah menyelimutinya seharian ini. Ia bahkan izin tak masuk kuliah hanya karena Asahi yang tak kunjung pulang.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk- tuut.."
Sejak pagi ia terus menelpon Asahi, ia hanya ingin mendengar suaranya. Hinara ingin memastikan bahwa keaadaan Asahi baik-baik saja dimanapun ia berada.
Lagipula ia tak akan memaksa Asahi untuk segera pulang jika dirinya masih memiliki pekerjaan disana. Ia memakluminya, sudah pasti.
"Sa.. Jangan bikin gue khawatir napa." gumam Hinara sembari memijat pelipisnya.
Tenggorokannya terasa kering, bahkan ia belum makan apapun sejak hari kemarin. Haruto sempat mampir namun Hinara terus menolak ketika diajak untuk keluar mencari hidangan yang ia ingin.
Tririririring...
Sontak Hinara langsung mengambil handphonenya dan mengangkat panggilan dari nomor tidak dikenal itu.
Dengan jantung yang berdegup kencang, ia menempelkan handphone tersebut pada salah satu telinganya.
"Halo?"
"Kak, ini Haruto, barusan beli nomor baru. Kakak mau makan apa? Biar Ruto beli nanti sekalian makan malem disana."
"Ohh.. Gausah."
"Disuruh Mama! Ruto beli apa aja ya, nanti kakak harus makan. Harus menghargai usaha orang."
"Gausah, To."
Tuuutt...
Hinara kembali menelpon Asahi dan hasilnya tetap sama, kenapa Asahi sangat sulit untuk dihubungi? Bahkan saat jam istirahat pun nomornya tetap sibuk. Apa yang ia lakukan sebenarnya? Padahal saat hari pertama ia berangkat, Asahi tetap mengabarinya walaupun tidak terlalu penting.
Ding dong...
Tak lama kemudian Haruto muncul dengan dua plastik hitam ditangannya, dan ekspresinya terlihat datar.
"Napa cemberut gitu?"
Haruto menaruh makanannya diatas meja, dan duduk disamping Hinara. "Tadi pas beli nasi goreng ada yang ngomongin kakak."
Hinara hanya tersenyum lalu beranjak mengambil piring dan sendok. "Yaudahlah. Mau gimana lagi."
"Maafin Ruto, Kak."
Seketika Hinara tertawa pada Haruto saat ia sedang menaruh piring didepannya.
"Ga salah denger? Ruto minta maaf ke kakak? Hahaha. Kemasukan makhluk apa tadi dijalan?" ledek Hinara.
Pandangan Haruto kembali datar, "Serius gue, kak."
Nasi goreng yang sudah Haruto beli pun sudah siap dihidangkan, Hinara segera menyuguhkan satu piring untuk adiknya itu. "Tau nih! Semuanya salah lo. Sebel banget gue."
Haruto menunduk, "Yaudahlah, To. Yang udah mah udah. Bentar lagi juga selesai."
"SELESAI?"
Hinara mengangguk mantap. "Iya selesai. Bentar lagi."
"KOK?!"
Rupanya Haruto belum mengetahui tentang kesepakatan yang dibuat oleh kedua keluarga itu. "Kakak kan cuma nikah kontrak. Waktunya cuma setahun."
Haruto membanting sendoknya, "LAH?! MAKSUDNYA APA NIKAH KONTRAK?! PAPA NGELAKUIN INI SEMUA?!"
"Sabar ish. Ngapain ngamuk sih? Oh jangan-jangan Haruto ga mau kalo kakak balik kerumah lagi? Iya? Yaudah."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother's Friend [END]
Fanfiction[ft. Hamada Asahi of TREASURE] "Ma, Kalo Kak Hina gak mau nemenin Ruto, nikahin aja dia, Ma. Jodohin ama temen Ruto juga gapapa." -Watanabe Haruto. Bermula dari seutas kalimat yang Haruto ucapkan, sampai kedua orang tuanya benar-benar menjodohkannya...