"Yosh, tolong cari informasi terkait penerbangan Hinara dan Haruto. Tolong kerja sama yang baik dengan yang lain. Nanti saya menyusul." titah Asahi, tangannya melepas kancing jas yang ia pakai. Ia merasa muak dengan berita hilangnya pesawat tersebut.Yoshi membungkuk, "Siap, Tuan Muda." lalu keluar dari ruangan Asahi.
Sementara sang ibunda terus terisak kecil sampai seluruh tubuhnya bergetar ketakutan. "Hinara sama Haruto gimana, Saa.." lirihnya.
Sang anak menggenggam kedua tangan Mama yang terasa sangat dingin dan berkeringat. Lalu ia mengusapnya, "Mereka pasti baik-baik aja, Ma. Sahi yakin, Mama juga harus yakin. Semuanya selamat, Ma." ucap Asahi lembut.
"K-keluarga Watanabe u-udah dikabarin?" tanya Mama Hanada.
Asahi menunduk, ia tidak bisa mencegah berita tersebut sebelum menuju keluarga Watanabe, "Beritanya.. Sudah menyebar luas... Mereka mengetahuinya." jawabnya.
"Astaga.. Mama tidak bisa berpikir jernih sedikitpun, Sa.. Mama tak tahu harus apa kalau nanti Keluarga Watanabe bertanya..."
Air mata Mama Hinara mengalir begitu saja melewati pipi mulusnya. Asahi segera mengambil selembar tisu dan mengusapnya pelan.
"Ma.. Mama jangan khawatir, ini semua bukan salah Mama. Sahi udah berusaha ngirim orang buat melacak keberadaan pesawatnya.. Semuanya biar Sahi yang urus.."
Mama Hamada memeluk anak lelakinya yang sudah menjadi pria yang bertanggung jawab itu.
Dulu, Asahi tidak ingin tahu menahu tentang masalah keluarga. Namun sekarang, ia menangani masalah sendiri dengan penuh tanggung jawab.
. . . . .
"Informasi terbaru?" tanya Asahi yang sedang menyetir menuju posisi Yoshi berada.
"Maaf, Sa. Dari beberapa daftar orang yang selamat, nama Hinara tidak tercantum disana. Juga Haruto."
Hati Asahi terasa sakit, ia memegang dadanya sendiri ketika nafasnya mulai tidak bisa teratur lagi.
"Bukti?" tanya Asahi, yang sekuat mungkin menahan rasa sakitnya.
"Beberapa jenazah setengahnya sudah ditemukan, tim masih mencari sisanya. Karena pesawat ini tenggelam di laut, mungkin akan butuh waktu lama.."
"Balik, Yosh. Biarin orang kita aja yang disana. Sebelum Hinara sama Haruto ditemukan, mereka gak bisa pergi kemanapun. Termasuk pulang." perintah Asahi tegas.
"Siap, Sa. Gue minta maaf."
"Ga perlu. Lo ga salah."
. . . . .
08XX-XXXX-XXXX
Ups!?
Ada yang lagi berduka nih?
Gimana rasanya ditinggal istri? dan.. anak?
Padahal gue belom liat wujudnya kayak gimana, tapi dia udah ninggalin kita duluan. Sayang deh, pasti unreal banget visualnya.ㅡㅡ
Brugh!
"Nakamoto brengsek!"
Asahi membenturkan handphone pada meja dihadapannya dengan sangat keras. Hingga Asisten Kanemoto yang sedang berkutat dengan laptopnya itu tersentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother's Friend [END]
Fanfiction[ft. Hamada Asahi of TREASURE] "Ma, Kalo Kak Hina gak mau nemenin Ruto, nikahin aja dia, Ma. Jodohin ama temen Ruto juga gapapa." -Watanabe Haruto. Bermula dari seutas kalimat yang Haruto ucapkan, sampai kedua orang tuanya benar-benar menjodohkannya...